Macam-macam Tempat Waqaf; al-Waqfu 'Ala Maqathi'il Kalam

Table of Contents
Pada tulisan sebelumnya sudah dibahas tentang pembagian waqaf menurut kondisi pembacanya, mulai dari ikhtiyari, ikhtibari, idlthirari dan i'tibari. Bagi yang belum mebacanya, bisa dibaca terlebih dahulu, karena tulisan ini merupakan lanjutannya dalam belajar ilmu tajwid.

Ada dua macam tempat waqaf, yakni waqaf di tengah-tengah kalimat (al-waqfu ala maqathi'il kalam) dan waqaf pada kata tertentu (al-waqfu alal kalimah).
Gambar hanya Pemanis oleh Bishnu Sarangi dari Pixabay.
Perbedaan dari keduanya adalah, yang pertama berhenti di tengah-tengah kalimat (bisa percakapan/cerita) dan yang kedua berhenti pada kata-kata tertentu.

Pada tulisan ini, hanya akan membahas waqaf di tengah kalimat yang, juga terbagi menjadi dua, yakni diperbolehkannya waqaf, dan di tempat mana tidak diperbolehkan untuk waqaf.

Sebelum melanjutkan ...

Sebenarnya, yang menjadi dasar pengertian dari waqaf adalah memahami konteks ayat yang sedang dibaca, agar terhindar dari kesalahan pemaknaan dan membingungkan orang yang sedang mendengarkan bacaan kita.

Dalam hal ini, Rasulullah sendiri pernah mendapati seseorang yang sedang berkhotbah namun waqaf di tempat yang membingungkan.

Suatu hari, ada seseorang yang sedang berpidato di depan Rasulullah:
من يطع الله ورسوله فقد رشد ومن يعصهما
Barang siapa yang taat kepada Allah dan rasulnya maka ia mendapat petunjuk, dan orang yang bermaksiat kepada Allah dan rasulnya...
 Lalu orang tersebut berhenti.

Rasulullah mengatakan: Hei, berdiri. Kamu itu orang yang berpidato buruk. Tambahkan begini:
ومن يعصهما فقد غوى
Dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasulnya maka ia termasuk orang yang celaka.
Dari hadis di atas, jelas sekali bahwa berhenti di tempat yang salah maka akan membingungkan orang yang mendengarkannya. Jika berhenti pada lafadz Wa man ya'shihima maka yang terjadi adalah lafadz waw adalah athaf yang bisa diterjemahkan "Begitu pula orang-orang yang bermaksiat kepada Allah dan rasulnya."

Ini kan jadi bahaya.

Dalam konteks membaca Al-Qur’an para ulama sudah memberikan teorinya, yang sering disebut sebagai waqaf jaiz. Al-Waqfu 'ala ma yuaddi ma'nan shahihan atau waqaf yang sesuai dengan konteks makna yang benar.

1. Waqaf Tam (waqaf yang sempurna)

Yaitu berhenti di suatu ayat yang sudah sempurna kalimatnya baik secara lafal maupun maknanya. Waqaf ini biasanya secara konteks ayat sudah selesai dan tidak ada hubungannya ayat tersebut dengan ayat sebelumnya maupun sesudahnya. 

Misalnya pada surat Albaqarah ayat 5 dan 6. 

 (5) اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
(6) اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ 

Berhenti pada ayat ke 5 disebut sebagai waqaf tam, sebab ayat ke 6 sudah tidak ada hubungannya lagi dengan ayat ke 5. 

Waqaf tam ini biasanya juga disebut sebagai waqaf bayan, terkadang juga disebut waqaf lazim atau waqaf wajib

Bahkan ada yang memberikan istilah waqaf jibril karena Jibril mengajarkan begitu kepada Rasulullah dan diikuti oleh Rasulullah, kemudian diajarkan kepada para sahabat.

2. Waqaf Kafi (waqaf yang cukup)

Adalah waqaf yang sesuai dengan konteks ayat, namun ayat tersebut masih ada hubungan/korelasi dengan ayat sesudahnya di lihat dari segi lafaznya. Misalnya pada surat Albaqarah ayat ke 6 dan 7.

(6) اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ 
(7)  خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ ۗ وَعَلٰٓى اَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَّلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Berhenti pada ujung ayat ke 6 adalah waqaf kafi, dari sisi konteks ayat sudah sesuai. Namun ternyata ayat selanjutnya masih mempunyai korelasi dengan ayat ke 6 ...

Bahwa "Allah telah mengunci (khatama) hati mereka (qulubihim)..." dhamir jamak him kembali pada konteks ayat ke 6 yakni orang-orang kafir yang tidak mau beriman.

Dari segi lafaznya, ayat ke 6 dan 7 mempunyai korelasi, yakni ayat ke 7 secara jelas menggunakan dhamir yang kembali kepada ayat ke 6.

3. Waqaf Hasan (Waqaf yang baik/pantas)

Waqaf hasan berbeda dengan waqaf kafi terletak pada konteks ayatnya, waqaf hasan mempunyai konteks dengan ayat selanjutnya baik dari segi lafaz maupun maknanya

Jika waqaf kafi hanya berkaitan dengan lafaznya saja. Biar memudahkan, kita ambil contohnya di sini.

Surat alfatihah yang paling familiar.

(2) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ * رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
(3) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ

Membaca alhamdulillah (kemudian waqaf) rabbil alamin (2). adalah waqaf hasan, sebab kata rabbil alamin secara lafaz masih mempunyai korelasi dengan lafaz allah, yakni sebagai na'at (sifat). 

Begitu pula waqaf di ujung ayat ke 2, lalu melanjutkan ayat ke 3. Ini juga waqaf hasan, sebab kata ar-rahman dan ar-rahim masih mempunyai korelasi lafaz yakni sama menjadi na'at dari kata Allah. 

Mengingat bahwa dalam ilmu nahwu, diperbolehkan na'at lebih dari satu (na'at ta'addud).

Tidak hanya dari segi lafaz, tetapi juga segi makna. Ayat ke 2 dan ke 3 masih mempunyai kesatuan hubungan secara ma'nawiyah, yaitu masih membahas tentang sifat-sifat Allah. 

Sangat banyak contoh-contoh di dalam Alquran, dan ini bisa diqiyaskan dengan kita mencari contoh-contoh sendiri untuk melatih kepekaan kita dalam mengidentifikasi macam-macam waqaf.

Semoga bermanfaat ya :)
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment