Menjual Rekaman Ngaji Gus Baha
qowim.net |
Menjual rekaman ngaji Gus Baha. Wah, nulis judulnya ini kok belum-belum saya sudah bergidik ya...
Sebenarnya saya bingung mau mulai dari mana kalau menulis soal ini. Hmmm. Oke saya mulai dari kronologinya, asbabul wurud dari tulisan ini adalah karena istri saya beberapa hari yang lalu bilang kalau pengen beli rekaman ngajinya Gus Baha.
"Ga usah beli, saya punya 16 GB" jawab saya. Dia kaget kalau saya punya, padahal sepertinya saya pernah cerita soal rekaman 16 GB ini.
Setelah menjawab itu, saya tiba-tiba mikir. Sik sik sik. Beli? Hmmm. Saya jadi ingat klebatan-klebatan postingan di marketplace yang menjual rekaman-rekaman ngaji Gus Baha, yang dihargai 95.000 s/d 150.000 yang, entah berapa giga.
Lalu dia cerita soal beberapa orang di lingkaran pertemanan Wasapnya yang menjual rekaman rekaman ngaji Gus Baha.
Ketika saya tanya berapa harga yang dijual, ia jawab sekitar 300.000
Mendadak saya kaget. Maktratap... gitu.
Rekaman Ngaji Gus Baha
Rekaman-rekaman yang tersebar luas sampai sekarang, saya meyakini bersumber dari 2 tempat; Bantul dan Bojonegoro. Khususnya sebelum Gus Baha viral di dunia internet. Kalau sekarang, ya hampir semua orang ingin mengundang Gus Baha.
Saya pernah menceritakan sedikit tentang hal itu, bisa dibaca artikel saya berjudul Beberapa Kutipan Gus Baha yang Pernah Saya Catat. Jika malas buka tab lagi, saya ringkas saja wes gak papa.
Intinya adalah setiap kajian dari Gus Baha itu terserah Gus Baha. Bisa Hikam, Ihya, I'anah, Shahih Bukhari, Muslim dan lain-lain. Pokoknya semuanya Gus Baha yang ngatur. Jadi setiap ngaji sore pasti diberi fotokopian dari Kitab Gus Baha, minimal 1 lembar. Dibagikan kepada jamaah yang hadir.
Hanya ada dua seingat saya yang ngajinya urut; tafsir jalalain dan hikam. Tahun 2017 hikam sudah khatam lalu diganti Nashaihul Ibad hingga sekarang.
Dari beberapa kajian tersebut, saya bisa memastikan bahwa rekaman ngaji Gus Baha yang dijual itu adalah seputar kitab-kitab tersebut.
Melatih Ikhlas
Jika ada yang sering mendengarkan ceramah ngaji Gus Baha, saya yakin pasti familiar dengan apa yang akan saya utarakan di sini.
Gus Baha tiap ngaji di Bantul dari dulu selalu naik bus sendiri. Biasanya Gus Baha dari Sedan berangkat subuh di hari minggu terakhir tiap bulan, sampai di Bantul waktu ashar, lalu istirahat sebentar. Pukul 4.30 atau jam 5 sore mulai ngaji hingga maghrib baru selesai.
Tidak ada acara penjemputan yang disakralkan, tidak ada yang menemani di bus, tidak ada yang mengantarkan Gus Baha kondur, tidak ada yang memberikan bisyaroh ngaji.
Dan, tentu kita tahu bahwa Gus Baha tidak suka hal semacam itu.
"Ngajiku mergo pengeran, ora mergo kowe-kowe."
Kalimat Gus Baha yang sering saya dengar selain "ini penting saya utarakan"
Cara Gus Baha untuk menempa diri agar ikhlas itu memang tidak bisa dianggap biasa, kalau setahun dua tahun mungkin kita masih bisa bilang "ah biasa"
Gus Baha ngaji di Bantul mulai tahun 2005 hingga sekarang sudah 2021.
Lima belas tahun tentu tidak bisa dianggap biasa begitu saja. Mulai dari yang ngaji hanya 5 orang, bertambah 10 orang, bertambah lagi, waktu saya mulai ngaji hanya 50an orang yang ikut ngaji, kini kalau ada yang hadir di Bedukan Bantul, kira-kira sudah 1000 orang yang hadir ikut ngaji Gus Baha.
Gus Baha sering dawuh;
"Sing ngaji sithik akeh podo wae, wong sing tak delok pengeran, dudu kowe"
Kalimat itu tentu diawali dengan "Rungokno tenan, Khin, tak baleni"
Jadi jelas, Gus Baha memang tidak pernah punya orientasi materialistik dalam hal ngaji ini. Oleh karena itu, Gus Baha tidak suka jika ada orang-orang yang melakukan komersialisasi pada ngaji ini.
Ada kisah lucu tentang Kiai Rukhin yang ditelpon Gus Baha ketika hendak memasang kotak parkir untuk jamaah yang datang dari luar kampung. Tujuannya agar uangnya bisa dipakai untuk pemberdayaan.
Tanpa ada yang tahu, tiba-tiba kiane Rukhin itu ditelpun dan dilarang untuk pasang kotak amal. Kisah itu bisa dibaca lebih lengkap pada situs jigang.id dengan judul Akhirnya Rukhin ditelpun Gus Baha.
Hanya kotak amal parkir, itu saja dilarang.
Meskipun, saya rasa jamaah yang ngaji tidak merasa eman-eman, misal dengan uang seribu rupiah untuk kepentingan lahan parkir. Apalagi Gus Baha sering menasehati untuk dermawan.
Beberapa jamaah pernah menceritakan kepada saya, kenapa di Bojonegoro ngajinya ditutup? Kata mereka karena ada beberapa orang yang mewajibkan iuran. Padahal niatnya bagus untuk pengembangan masjid. Tapi Gus Baha tidak berkenan jika membebani jamaah.
Kembali pada rekaman ngaji, seingat saya dua kali mendapatkan rekaman ngaji Gus Baha. Pertama ketika sudah terkumpul sekitar 8 GB, versi kedua saya diberi yang lebih lengkap 16 GB. Beberapa santri di Bedukan memang telaten merekam ngaji Gus Baha dari awal ngaji.
Hemat Saya
Tulisan pertama saya tentang Gus Baha di tahun 2014 di blog ini sempat trending berbulan-bulan, lalu saya nulis lagi yang kedua yang berjudul Pandangan Gus Baha tentang Kesalahan Manusia setelah terbit beberapa bulan, banyak email berdatangan dan sms (waktu itu masih familiar pake sms) untuk meminta rekaman ngaji Gus Baha.
Sering saya mengirim rekaman itu ke beberapa daerah, termasuk luar jawa. Bahkan, ada salah satu jamaah dari Kalimantan setelah mendapatkan rekaman itu, ia rela sowan ke Rembang untuk minta izin mendengarkan rekaman ngaji.
Saya hanya dipameri foto. Sungguh bikin iri.
Bertolak dari keikhlasan Gus Baha dalam mulang ngaji di Bantul, saya tidak sampai hati untuk memperjualbelikan rekaman tersebut, sebab saya mendapatkan secara cuma-cuma, masa iya saya komersialisasikan? Tak tahu malu dong.
Beberapa tawaran yang sering saya sampaikan kepada jamaah yang ingin mendapatkan rekaman itu.
- Kirim flashdisk atau hardisk ke alamat saya, saya copy lalu saya kirimkan kembali
- Saya belikan flashdisk dan copy rekaman lalu saya kirimkan (semua biaya ditanggung peminat)
- Datang langsung ke tempat saya tinggal, saya copy-kan, malah dapat ngopi sekalian.
Ada muhibbin Gus Baha dari Sragen rela ke Bantul untuk mendapatkan rekaman ngaji. Ada pula dari Bojonegoro naik motor mencari saya di komplek pesantren (waktu itu masih di pesantren). Macem-macem, banyak hal-hal yang membuat saya bergetar kalau ada muhibbin yang cerita soal Gus Baha.
Meskipun, biasanya kalau kirim-kirim itu ditransfer lebih dari harga flashdisk dan ongkir, tapi kan saya tidak memberikan tarif, jadi akadnya bukan jual-beli, ujroh juga bukan karena saya tidak memberikan tarif tertentu.
Ini hanya pendapat pribadi saya, bagi orang-orang yang mencintai Gus Baha, cintai juga cara Gus Baha dalam hal ikhlas ini, jangan sampai menyebarkan kebaikan dengan motif-motif relijiyes. Meskipun, yaaaa sah-sah sajalah menjual rekaman Gus Baha yang kini jadi perbincangan jagad ulama di Indonesia.
Lah terus itu youtube banyak channel yang berhasil monetize dan gajian dari konten-konten Gus Baha, sama saja dong dengan menjual rekaman?
Ya jelas tentu berbeda, youtuber itu capek lho, dia milihin konten, mendengarkan, ngedit, motong-motong video, ngasih subtitle, dan lain-lain, jadi ya anggap aja itu hasil dari capek-capek ngedit lah. Kan masih pantes.
Saya pernah baca tweet Gus Rumail Abbas yang mengelola kanal Youtube Santri Gayeng. Dia menyebarkan tangkapan layar gajian 5-6jt perbulan dari youtube, itu masih kurang untuk membiayai 6 orang admin dan editornya. Walhasil, ia malah sering tombok.
Lah, kalau hanya jual rekaman? Hanya modal copas saja, kan?
Haduh, ini tulisan sudah terlalu panjang. Monmaap.
Penutup
Sudah, menjual rekaman Gus Baha bagi saya sih soal pendapat pribadi masing-masing orang. Ini hanya pendapat saya juga yang alhamdulillah diberi kesempatan bisa ngaji dengan Gus Baha di Bantul. Kalau melihat dan merasakan keihklasan Gus Baha dalam ngaji, saya rasanya kok malu kalau jual-jual rekaman ngaji Gus Baha itu.
Jika ada yang ingin rekaman ngaji Gus Baha gratis untuk mengunduh di sini. Khusus untuk rekaman ngaji tafsir silakan klik di sini.
Post a Comment