Ads #1

Tahu Diri; Menilai Diri Sendiri Sebelum Orang Lain

QOWIM.NET - Dulu, ketika saya belum punya anak, bahkan belum menikah. Gus Baha pernah dawuh saat ngaji di Bedukan, kira-kira begini;

"Piye-piye lah anak mesti nuruni wong tuane. Misale wong tuo nek rapatek ngalim yo rasah nuntut2 anake dadi wong ngalim. Anake nek nakal ra patek solat yo jajal ndeloken mbiyen kowe piye? Rapatek soleh kok njaluk anake dadi soleh? Wong ki sing rumangsa"

(Bagaimanapun juga, kebiasaan anak pasti mengikuti orang tuanya. Jadi orang tua tidak begitu cerdas, tidak perlu menuntut anaknya jadi orang cerdas. Anak nakal jarang salat, lihat dulu bagaimana salatmu? Tingkah laku bejat kok nuntut anaknya jadi soleh? Jadi orang harus tahu diri)

Parenting Gus Baha
Sumber Gambar dari Pixabay

Belum lama, ada peristiwa yang membuat saya dongkol, ya tentang Yahya. Seperti biasa ia pingin nonton. Pakai hp saya. 

Saya mengatakannya bahwa nonton cuma 20 menit, karena sebelumnya sudah nonton lama (meskipun saya tahu, Yahya belum paham konsep waktu). 

Saya pasang timer dan ia mulai asyik nonton. Setelah 20 menit dan waktu habis, dia rewel, merengek-rengek minta nonton lagi. Saya tidak menurutinya. Soal ini, saya telah memiliki kesepakatan soal menonton Youtube di hp, yakni tidak lebih dari 1 jam, tidak boleh sambil makan, dan waktu malam no gadget. Usianya baru 3 tahun.

BACA JUGA: Soal Mainan dan Kesepakatan

Tentu dia marah. Dan, ia membanting hp saya. Saya mencoba diam tarik napas panjang, berusaha untuk tidak membentaknya. Saya cuma bilang "Bapak lagi marah sama Yahya, Yahya gak sesuai janji 20 menit tadi" 

Lalu saya duduk dan mengatur napas.

Setelah kejadian itu, saya mikir. Seingat saya tidak pernah sekalipun membentak, bahkan membanting-banting, apalagi di depannya. Siapa ya yang ia tiru? sebab anak kecil itu peniru ulung, tak tahu baik dan buruk, yang penting tiru. 

Setelah melakukan perenungan, saya baru ingat, ternyata, mungkin karena faktor genetik. Pemarah dan penyabar, bisa jadi karena faktor genetik, tentu saja saya tidak menafikan faktor lingkungan dan pendidikan. Tapi, daripada menyalahkan di luar diri kita, saya anggap lebih baik merenungi diri sendiri dulu, sebagaimana kutipan Gus Baha di atas, dadi wong sing rumangsa.

Saya pernah mengalami fase-fase seperti itu. Bisa jadi Yahya demikian karena saya juga sebenarnya pemarah. 

Lalu saya mencoba untuk mengingat-ingat kemarahan yang membuat saya membanting-banting itu. Setelah saya renungkan baik-baik, banting membanting ketika marah itu alasannya banyak, bisa jadi karena melihat orang tua kita dulu, orang yang lebih dewasa, orang yang kita kagumi, atau melihat tayangan televisi. 

Agar tidak menyalahkan orang tua, saya pilih yang terakhir yaitu melihat tayangan televisi. Jika kita pernah nonton sinetron dipastikan pernah menemukan adegan-adegan banting, atau ninju-ninju pakai tangan hingga berdarah?

"Aku benci semua ini" Gompryaaaang tarrrr. Menendang rak piring, jatuh dan ambyar.

"Aaaarghhhhh. Biadab kamu!!!" Cetaaaarrr pryaaang. Gelas ambyaarrr

"Haahhhh. Pokoknya aku ingin duit" Jedddyar. Pintu ditutup dengan keras sambil mukul-mukul tembok.

Melihat adegan-adegan seperti itu, dulu saya pernah menganggap bahwa itu tindakan yang keren, laki banget, maskulin. Afirmasi pikiran seperti itu kemudian menciptakan pikiran "O, kalau marah harus banting-banting, menendang dan memukul. Biar keren dan jagoan"

Sayang sekali, saya dulu tidak paham kalau itu adalah sandiwara belaka. Selugu itu? Ya betul. Lah wong, saya itu dulu ngga tahu, kalau film Yoko dan Bibi Lung itu sebenarnya bahasa China lalu diisi pengisi suara bahasa Indonesia. Heran, kok bisa ya, gerakan bibir dan yang omongkan itu berbeda? 

Kembali tentang marah-marah tadi, setelah beriringnya waktu, belajar dengan membaca buku tentang psikologi sekaligus tontonan di kanal Youtube tentang pengembangan diri, ternyata itu adalah tindakan yang sebaliknya dari yang pernah saya pahami. 

Menuruti amarah dengan membanting adalah salah satu bukti bahwa kita belum bisa menerima kemarahan yang sedang terjadi, dan meracuni kita. 

Semua orang pasti pernah marah kan? tapi mengapa ada yang diam dan menunggu tanpa membanting-banting? 

Tentang marah-marah ini, ada pepatah menarik 

"Marah itu ibarat kita minum racun, tapi berharap orang lain yang mati" 

satu lagi perumpamaan tentang marah; ibarat kita melempar bara api kepada orang lain, namun pada saat itu juga sebenarnya tangan kita terluka. 

Poin saya adalah, kalau kita marah-marah sebenarnya kita sedang melukai diri sendiri. Lantas, orang waras mana yang mau melukai diri sendiri? 

Makanya, kemarahan yang tidak terkontrol bisa menimbulkan penyakit psikis, yang juga berakibat pada fisik. Kalau tidak salah, istilahnya psikosomatis.

Kembali pada dawuh Gus Baha yang saya kutip di atas, dalam pemahaman saya adalah mensalihkan diri sendiri dulu, baru orang lain. 

Kalau kita tidak mau punya anak pemarah, maka sudahkah kita menjadi penyabar? Jika tidak mau punya anak pemalas, sudahkah kita memberi teladan? Jika kita ingin anaknya mempunyai persepsi yang sehat, sudahkah kita menciptakan ekosistem itu di rumah?

Anak memang tidak mendengar, tapi mereka melihat. Itulah kalimat yang pernah saya tulis pada artikel berjudul Kedekatan Emosional dengan Anak.

Tahu diri. Menilai diri sendiri terlebih dulu, sebelum menilai orang lain. Jika seperti ini, saya kok yakin ya. Kita tak akan pernah punya waktu untuk menilai orang lain. 

Sebagaimana ungkapan, kalau tidak keliru sayyidina Ali, bahwa orang beruntung adalah dia yang sibuk menilai diri sendiri, daripada sibuk menilai orang lain.

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

23 comments for "Tahu Diri; Menilai Diri Sendiri Sebelum Orang Lain"

Comment Author Avatar
Anak adalah peniru ulung, sebelum kita menuntut ada baiknya kita bercermin. Saya setuju dengan itu. Ini serasa menampar diri sendiri yang seringkali menuntut daripada berkaca 🫣
Comment Author Avatar
Artikel ini jadi reminder banget untuk lebih berhati-hati lagi sebagai orang tua karena segala tindak-tanduk kita akan direkam oleh anak-anak kita baik secara langsung maupun tidak langsung. Terima kasih pak Dosen
Comment Author Avatar
Ilmu yang sangat berharga. Kita menilai diri sendiri lebih dulu. Jadi tidak ada waktu untuk mengurusi dan menilai orang lain. Namun sering kali ilmu ini kita lupakan🙈
Comment Author Avatar
Penilaian diri yang jujur dan refleksi mengenai perilaku adalah langkah penting dalam pertumbuhan pribadi. Menyadari asal usul kebiasaan dan tindakan kita membantu untuk perubahan yang positif. Mengendalikan kemarahan dan mengajarkan anak-anak dengan contoh positif adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang sehat.
Comment Author Avatar
terima kasih mas untuk artikel dan remindernya, mewakili jg buat para ayah yg biasanya lebih sedikit terjun ke parenting. saya juga punya toddler dan masih sangat belajar buat kontrol emosi, memperlihatkan cara marah baik ( tidak merusak dan tidak menyakiti) itu seperti apa. mereka jg bakal belajar dan paham kl kita jg sedang memperbaiki diri, insyaAllah.
Comment Author Avatar
Nah, iya. Kita nih sering lupa diri. Gak sadar kalau diri sendiri bermasalah, eh malah selalu mempermasalahkan orang lain. Terima kasih tukisannya yang telah mengingatkan kembali.
Comment Author Avatar
Tahu diri adalah bagian dari memantaskan karakter terhadap sesuatu yang akan dicapai dan didapat
Comment Author Avatar
Sama nih kak, aku juga baru tahu ketika besar kalau film Yoko, Kera sakti, dan lain lain itu bukan suara asli wkwk..Kenapa ya dulu percaya banget haaha.
Balik lagi ke anak, aku juga percaya kalau sifat anak itu menurun dari gen kedua orangtuanya. Sekalipun orang tuanya nggak pernah mencontohkan, tapi kita akan takjub ketika anak melakukan sesuatu percisss kita dulu.
Comment Author Avatar
Masya Allah, dari judul aja udah langsung mengingatkan diri. Setuju banget kalau kita harus tahu diri, memang tugas kita kan untuk mengenal diri sendiri, dan itu susahnya minta ampun
Comment Author Avatar
Jleb banget dawuhe Gus Baha huhu, berasa berkaca pada diri. Reminder ini, anak meneladani orang tua, maka kita mestinya juga memberikan contoh yang baik agar mereka melakukan hal yang sama.
Comment Author Avatar
Tulisan yang bisa menjadi pengingat diri. Menilai diri sendiri terlebih dahulu, sebelum menilai orang lain wajib banget.
Comment Author Avatar
Pengingat buat diri sendiri, kita kadang terlalu sibuk untuk mencari kesalahan orang lain sampai lupa memperbaiki diri sendiri, pun dengan marah-marah ini, alasan kita marah biasanya ya ingin melampiaskan sesuatu karena kesalahan yang belum tentu salah orang tersebut 100%, bisa juga karena diri kita
Comment Author Avatar
Betul, tontonan (TV, YouTube, dsb) memang berpengaruh besar pada sikap, perilaku, dan pemikiran seseorang. Apalagi anak-anak yang daya kritisnya belum berkembang.
Comment Author Avatar
Terima kasih pengingatnya Kak. Terkadang sebagai orang tua masih banyak sekali lupanya, terutama untuk terus bermuhasabah dan terus memperbaiki diri setiap harinya
Comment Author Avatar
Wah, terimakasih pengingatnya kak. Memang benar ini, terkadang kita sibuk melihat orang lain tapi gak nyadar sama kelemahan diri sendiri. Padahal bisa jadi, sebenarnya kitalah yang banyak salah dan harus introspeksi diri
Comment Author Avatar
Tulisan pengingat dan bisa dipraktikkan sendiri, sangat membantu dalam proses hidup yg nggak linier ini
Comment Author Avatar
Tulisannya bagus banget mas. Saya jadi refleksi, karena belum punya anak, tapi saya punya adik dan keponakan. Sebagai mbaknya harus filter tontonan apa saja yg ditonton mereka biar ga salah pilih..
Comment Author Avatar
Artikel yang bermanfaat banget sebagai pengingat diri untuk bersikap lebih baik lagi agar tercipta generasi yang baik pula
Comment Author Avatar
Wah bener nih, marah itu ibarat Kita minum racun tapi berharap orang lain yang mati ya nggak mungkin
Comment Author Avatar
tulisan ini sangat membantu untuk self reminder dan alert diri supaya bisa menjadi manusia yang lebih baik
Comment Author Avatar
Huweeehh terima kasih tulisannya, berasa ketampar krn kadang melihat ada sikap anak yang gak sesuai, kyknya kalau dipikir2 bener juga anak copas ortunya selain krn juga menerima pengaruh dari lingkungan luar. Kalau mau anak baik ya ortunya liat diri sendiri dulu udah baik juga belom yaaa.
Comment Author Avatar
Sadar diri itu emang penting banget sih, kadang orang terlalu banyak menilai orang lain tapi dia tidak melihat ke dirinya sendiri bahwa dia pun seperti itu. Jadi sebelum berkomentar memang harus lihat diri kita sendiri itu bagaimana dlu, apakah sudah benar atau belum
Comment Author Avatar
Bagus buat intropeksi diri ini. Jadi jangan semaunya sendiri menilai orang lain, tapi tidak bisa melihat ke diri sendiri