Ingatan Masa Kecil Bersama Nenek
Table of Contents
Saya di rumah peninggalan nenek saya yang sudah 12 tahun yang lalu meninggal dunia. Rumah ini agak besar, setidaknya lebih besar dari rumah orang tua saya di desa yang lain, tapi masih satu kecamatan.
Dua hari di dusun Winong Kaliwungu, sedikit demi sedikit ingatan saya kembali tersusun, tempat saya bermain, bercerita, dan tempat saya berlindung dari amuk orang tua.
Abah dan ibu saya galak. Galaknya minta ampun. Dan saya selalu selamat ketika di pelukan nenek. Mungkin ini yang dikatakan banyak orang bahwa kasih sayang kakek nenek melibihi orang tua.
Kamar yang dulu dipakai nenek untuk tidur, salat dan wiridan, kini menjadi musala. Di sini saya sering kali dinasehati dan dipukpuk ketika nangis kena marah Abah dan Ibu.
Kata Simbok (ini panggilan saya kepada nenek) “Rausah digubris, Abah ibukmu lagi nesu” Biasanya setelah dinasehati saya dikasih uang, seratus kadang ditambahi lima puluh rupiah. Pada masanya, uang segitu sudah bisa buat jajan es lilin dan krupuk open di warung Mbok Sih.
Simbok saya, termasuk orang kaya pada saat itu, utamanya ketika kakek belum meninggal, dilihat dari rumahnya yang besar, sawahnya yang banyak. Dan kebetulan Mbah Kakung saya adalah seorang Kamituwo atau modin atau bisa disebut sebagai tokoh masyarakat setempat.
Saya tak tahu banyak soal Mbah Kakung kecuali dari peninggalan-peninggalan keramatnya yang sekarang disimpan sama Abah saya, ada keris-keris, kayu hitam, kol buntet dan batu-batu akik.
Setelah Mbah kakung meninggal, hidup simbok hanya dari pemberian anak-anaknya karena bagi hasil dari beberapa petak sawah yang digarap oleh anaknya. Makan dan kebutuhan sehari-hari dicukupi oleh keempat anaknya yang semuanya perempuan. Ibu saya adalah anak bungsunya.
Kini di tempat ini, banyak yang sudah berubah, banyak sekali. Sungai yang dulu saya pakai mandi, nyuci dan berak, kini sudah kering penuh sampah di mana-mana dan bau. Kebon yang saya pakai untuk main kelereng dan petak umpet, kini sudah tak terawat penuh bambu yang menjulang tak tentu arahnya. Sampah di mana-mana.
Saya kembali teringat ketika melihat dan ikut serta memandikan kerbau milik Pak Dhe saya di sungai, bahkan menaikinya.
Rasa-rasanya ingin kembali ke masa kecil, tapi tak mungkin. Kenangan demi kenangan yang hampir terlupa, ternyata bisa kita bangkitkan kembali dengan acara-acara haul seperti ini.
Semoga engkau bahagia melihat anak cucumu berziarah dan mendoakanmu. Mbah dan Simbok.
Post a Comment