Ads #1

Kenalan Sama Diri Sendiri


Orang-orang arif sering mengatakan barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, kalau psikolog menjelaskan bahwa kunci untuk memahami orang lain terletak pada kemampuan kita memahami diri sendiri.

Saya ulangi ya, kunci untuk memahami orang lain terletak pada kemampuan kita memahami diri sendiri. Itu adalah kalimatnya Florence Littaeuer. Penulis buku Personality plus.

Jujur saja, saya sering tersesat memahami karakter saya sendiri, suatu ketika saya merasa terhina dan tidak dihargai hanya karena ada seorang mahasiswa di kampus berbicara di hadapan saya sambil merokok, sedangkan di luar kampus, kami berhaha-hihi bersama.

Di saat yang lain saya terkadang merasa kecewa sama istri hanya karena pulang dari kerja tidak dibuatkan kopi, padahal, pada saat yang sama juga saya menertawakan diri saya sendiri. Kok saya sebegini bergantungnya ya dengan anggapan orang lain.

Perasaan-perasaan tidak dihargai dan kekecewaan seperti demikian, jika saya mau bersabar dan tidak tergesa menilai, saya akan tahu penyebabnya, bahwa saya sedang mengedepankan ego, dan abai dengan keadaan dan situasi orang lain.

Coba kita urai satu-satu.

Mahasiswa yang berbicara dengan saya sambil merokok di kampus itu merasa bahwa dia adalah teman saya, sebagaimana biasanya di luar kampus. Persepsi saya dengan mahasiswa tersebut berbeda di ruang lingkup yang berbeda pula. Di situlah munculnya letupan.

Perasaan saya yang merasa tidak dihargai itu sebenarnya meracuni diri saya sendiri dan tidak memberikan efek apapun terhadap mahasiswa tersebut. Sebenarnya saya cukup bilang saja sama dia “Matikan rokoknya, awakmu mahasiswa aku dosene, saru…” Misalnya. Selesai masalahnya dan sama-sama mengerti.

Sayang sekali, kalimat tersebut sulit untuk diucapkan ketika kita dalam keadaan sudah merasa dilecehkan.

Kondisi yang kedua, di kepala saya sudah beranggapan bahwa tugas istri itu menyambut suami dari pulang kerja dengan senyuman dan segelas kopi, jadi kalau tidak ada. Otak saya akan bekerja sedemikian rupa lalu berkesimpulan "Kok tidak ada senyuman dan kopi ya"

Ketika muncul kesimpulan tersebut saya tidak sadar bahwa saya sedang mengedepankan egoisme saya sebagai suami. Dan benar, saya duduk sebentar melihat keadaan, istri memang sedang sibuk dan lelah karena mengurus rumah dan Yahya.

Mengenali gejala-gejala emosional memang tidak mudah, saya sering lalai dan tergesa-gesa.

Jadi pada intinya hal-hal yang kita pikirkan dan kenali adalah diri kita sendiri, sebelum kita beranjak melihat keadaan orang lain dan memahaminya. Karena jika kita sudah selesai dengan diri kita sendiri, yang muncul adalah kesadaran secara alamiah bahwa kita juga tidak sebaik dan sesempurna orang lain yang kita anggap kurang.

Sebagaimana kalimatnya Rasulullah Muhammad bahwa
Beruntung sekali orang yang sibuk dengan aibnya sendiri daripada sibuk megurus aib orang lain.
Pada intinya yang harus kita lakukan adalah mengenali diri sendiri terlebih dahulu, dengan baik dengan benar, dan jujur.

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Kenalan Sama Diri Sendiri"