Review Film A street Cat Named Bob: Kenapa Ciuman itu Bibir ketemu Bibir?

Table of Contents

Review film A street Cat Named Bob. Kucing jalanan yang bernama Bob. Akhir pekan begini, bagi yang jomblo lebih nyaman jika untuk menonton film yang dirilis tahun 2016 ini. Hihihi. Sebenarnya setelah saya posting tentang Hayun kucing saya kemarin, tak sengaja saya buka web lk21 (bukan laki-laki 21 yaa..) tak sengaja juga mata melihat film berjudul A street cat named Bob. 

Lalu saya klik aja dan ternyata film tersebut diadaptasi dari novel yang ternyata juga based on true story di tahun 2012. Entah ya, selera film saya kok suka yang berdasarkan kisah nyata-kisah nyata begitu. (halah, ora penting, kan.).

James, merupakan pemuda pemakai narkotika, ia hidup di jalan sebagai “pemake”, karena statusnya tersebut ia diusir oleh ayahnya yang bercerai. Namun, ia masih mempunyai semangat untuk hidup dan meninggalkan barang haram nan membahayakan itu.

Disela-sela masa taubatnya tersebut, ia masih saja bergaul dengan temannya bernama Baz (meskipun nanti Baz ini mati akibat OD). Melihat hal tersebut, dokter yang menanganinya menyarankan agar bisa keluar dari lingkaran pergaulan temannya yang masih make tersebut.

James pun kemudian pindah di sebuah lingkungan baru, tempat yang jauh dari teman-temannya. Di rumah yang sederhana itu. Di hari pertama, ia melihat hal yang mencurigakan pada saat ia mandi, setelah dipastikan apa itu ternyata hanyalah seekor kucing yang lapar untuk mencari makan.

Pertemuan itu bukan pertemuan biasa, James secara tiba-tiba memberinya susu. Ketika selesai, kucing tersebut disuruh untuk pergi, namun ia tak mau. Lalu ia membiarkan kucing tersebut untuk tinggal satu malam saja di rumah bersamanya.

Esok hari, ia membawa kucing tersebut muter-muter ke tetangganya dan tidak ada yang merasa kehilangan kucing tersebut. Lalu James melepaskannya.

Setelah James pulang ke rumah, ternyata kucing tersebut sudah berada di depan pintu dalam keadaan terluka. Ia kebingungan, beruntungnya tetangga sebelahnya yang bernama Betty merupakan perempuan yang tahu sedikit soal perkucingan, lalu ia menyarankan untuk mengobatinya ke temannya dokter yang jadi relawan dokter hewan.

“Kurasa ia menyukaimu, ia ingin dipanggil Bob.” Kata Betty. Sejak saat itu, kucing tersebut dipanggil Bob.

Kehidupan James pada waktu itu masih terasa sulit, ia setiap hari masih mengamen di kota, bahkan uang hasil ngamen tersebut kurang untuk makan sehari-hari. Entah, ia merasa bahagia bisa berbagi dengan Bob.

Berawal dari berangkat ngamen, Bob mengikutinya dari belakang, namun James khawatir jika tak bisa menjaganya di kota, dan ia di larang ikut. Tapi Bob ngotot dengan diam-diam masuk ke dalam bus. Sejak saat itulah, Bob sering mengikuti pekerjaan mengamen James dengan duduk di atas bahu James saat berjalan.

Bagi James, Bob merupakan seorang sahabat. Berkali-kali ia merasa ditolong oleh Bob dalam melalui masa-masa program kesembuhannya. Sejak Bob ikut ngamen, uang berdatangan tak seperti biasanya, bukan karena ngamennya bagus, tapi penonton lebih tertarik dengan Bob. Inilah keberuntungan. Nama Bob dan James viral di situs yusup yang sudah diklik jutaan fiuwer.

Contoh yang paling sederhana adalah ketika James dipanggil dengan kata sir (pak) oleh seorang wartawan, kata James itu karena ada Bob. seumur-umur itulah kali pertama saya dipanggil pak.

Bule emang kebangetan, dipanggil pak aja senengnya minta ampun. di sini kan kita yang belum punya anak apalagi istri, hanya karena wajah boros, dipanggil pak ketika beli di toko itu rasanya kaya dijiwit pacare wong. hemmm.

Cobaan dimulai ketika ia terkena kasus melanggar ketertiban umum dan mengira ia mengamen dalam keadaan dipengaruhi obat-obatan. Ia dilarang lagi untuk mengamen. Dan akhirnya ia menjadi penjual eceran majalah the big issue.

Udah ya ceritanya. Saya capek. Mending nonton langsung aja :p

Saya mulai percaya dengan yakin bahwa segala sesuatu, apapun itu adalah diutus dari “sana”. Entah untuk memberikan anugerah, atau sebaliknya. Kisah bob dan James merupakan sebuah anugerah.

Pada sisi hakikat, tuhan berhak mengirim apapun kepada siapapun yang dikehendaki dengan tujuan memperbaiki dunia. Tak peduli entitas agama, ras, suku dan keberbedaan sejenisnya. Itu murni hak prerogatif Tuhan. Selain tuhan silahkan minggir.

Cerita soal kucing memang banyak yang mengagumkan, seperti kisah Imam Syibli, seorang tokoh tasawuf berkebangsaan Baghdad. Ketika di surga ia ditanya sama Tuhan.

“Menurutmu apa yang menyebabkan engkau masuk surga?.” Tanya Tuhan.

“Banyak menyebar kebaikan” jawabnya.

“O. Tidak”

“Banyak beribadah.” Jawabnya lagi.

“O. Tentu tidak lagi.”

“Doa murid-murid saya.” Jawabnya lagi.

“O. Jelas tentu tidak lagi.”

“Lalu apa, Tuhan?.” Ia mulai penasaran.

“Karena ketika hujan badai lebat. Engkau sempat menolong seekor kucing kecil yang sedang kedinginan dengan mendekatkannya di samping bara api.”

Cerita ini diadaptasi dari pengajian Gus Baha. “Ngunu kui ojo ditiru. Ora kudu awakmu terus nggawe gerakan pecinta kucing. Terus ngarep-ngarep mlebu surgo.” Kelakarnya.

Banyak cerita semacam itu di dalam kisah-kisah teladan. Tapi sejujurnya, saya yakin selalu ada peran Tuhan di setiap kejadian yang pernah kita lakukan. Jadi, kita sepantasnya jangan sampai menyepelekan hal-hal kecil kebaikan yang dilakukan oleh orang lain. Bisa jadi, itu bisa mengantarkannya ke surga kelak.

Bukankah faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah?

Memang begitu dunia ini bekerja. Kita hanya bisa menafsirkan dengan kemampuan kita sendiri, minimal dengan modal husnudhon atas segala kejadian yang menimpa kita.

Ada satu adegan nggiyapleki yang saya sendiri masih belum bisa menjawabnya. Ketika James dan Betty duduk di taman, ada sepasang muda-mudi ciuman. Lalu Betty bertanya kepada James “kenapa ciuman itu bibir ketemu bibir?. Tidak kuping ketemu kuping, atau telapak tangan ketemu telapak tangan.”

James cuma cengar-cangir aja. Lalu meraih tangan Betty. Adegan ini diulang ketika Betty bertemu James di acara launching novelnya itu.

Mungkin makharijul hurufnya bertempat di dua bibir (syafatain) seperti huruf ba’ dan mim. Iya gak sih?

Sekian review film kali ini tentang kucing. Semoga bisa bertemu lagi di review film selanjutnya. 

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment