Ads #1

Hari Pahlawan Perspektif Jomblo




Tanggal 10 November 1945 dikenal dan disepakati sebagai hari pahlawan yang secara historis ditandai adanya perlawanan dari rakyat untuk melawan kolonial. Sebelumnya ditandai dengan perobekan bendera Belanda yang dikira ngece atas kedaulatan RI yang telah mengibarkan bendera Merah Putih di berbagai belahan kota. Namun, sebelum 10 November itu, ada peristiwa yang baru kemarin ditetapkan menjadi hari santri nasional, ya hari resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945, saat Mbah Hasyim Asy’ari memfatwakan kepada seluruh santrinya untuk ikut serta jihad membela tanah air, juga diikuti oleh para pengasuh-pengasuh pesantren yang lain untuk ikut perang di Surabaya.
Satu minggu setelah resolusi jihad tersebut, Jendral Mallaby tewas di mobilnya ketika papasan dengan para santri. Tidak ada yang memastikan siapa yang membunuh Mallaby, kecuali dari film Sang Kyai, ya Harun seorang santri yang justru menjadi pokok atau hidupnya film sang Kyai tersebut, tanpa peran Harun mungkin film itu hambar sekaleeeh. Lah gimana, Harun dan Sari mendramatisir yang dibungkus sedemikian rupa, bahkan di ujung cerita si Harun ini menjadi Syahid dan pahlawan yang berhasil membunuh Mallaby, dan Sari menunggu di rumah sambil mengandung anak, praktis, Sari menjadi janda anak satu. 


Sesuai dengan judul dari catatan ini, yakni mencari kecocokan antara hari pahlawan dan jomblo. Tahun 2015 ini yang ditandai dengan era jahiliyahnya medsos, sebenarnya tidak perlu yang namanya angkat senjata, apalagi mau ikut-ikutan kaya si Harun meninggalkan istrinya demi melawan kolonial, yang akhirnya namanya hanya dikenang, paling ujung-ujungnya dijadikan nama jalan. Tentu kita juga gak mau menciptakan sari-sari yang lain, kan?. Terlepas dari Jokowi yang melendingkan program bela negara beberapa pekan yang lalu. 


Hari pahlawan dan Jomblo itu mempunyai keterkaitan yang sangat signifikan, setidak-tidaknya dalam hal sikap, bagaimana seorang jomblo itu harus bersikap secara tegas dan berintegrritas dalam menjaga identitasnya sebagai jomblo. Bukankah hari pahlawan juga mempertahankan identitas kemerdekaan endonesa?. 

Ini jangan dipahami harus mempertahankan ke-jomblo-an lho ya. Ini tentang sikap, sekali lagi sikap. Gampangnya carilah alasan sebanyak-banyaknya, serasional-rasionalnya dan seakurat-akuratnya kenapa kita masih jomblo. Asalkan masih sadar sekaligus yakin saja, bahwa kebahagiaan dalam pernikahan itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, atau perempuan dan laki-laki. Tapi kalau tidak yakin gimana?, ya silahkan saja cari pasangan yang pas dengan anda. Namanya gak yakin apa boleh buat. 


Perjuangan dan pengorbanan ini tidak mudah sodara, mengingat bahwa kekerasan yang dialami oleh para jomblo itu bukan sekedar fisik, tetapi juga psikis hingga yang menyebabkan gangguan berpikir rasional, aktifitas ngopi dan merokok menjadi over adiktif. Ini dibuktikan pemilihan Pak Dhe Maggy Z yang mengatakan dari pada sakit hati, lebih baik sakit gigi ini, rela aku relaaaaa… betapa sakit secara psikis itu lebih menyakitkan dari pada sakit fisik. 


Sudahlah, di hari pahlawan ini bagi para jomblo, kembalilah ke habitat, basic, khittah, hakekat diri sebagai manusia yang dipenuhi dengan segala kerumitan soal jodoh dan rejeki. Jangan merasa sepi dan kesepian, karena kesepian hanya milik orang-orang yang tidak tahu apa yang harus diperbuat sekarang juga, detik ini juga. Sibuklah, sebab kesibukan akan melelahkan diri lalu lupa sama mantan (ehh). Dan ketahuilah bahwa sabar itu sebagian dari iman.
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Hari Pahlawan Perspektif Jomblo "