Ads #1

Curhat di Tempat yang Benar (Aforisme Hikam 38)



لا ترفعن الى غيره حاجة هو موردها عليك فكيف يرفع غيره ما كان هو له واضعا من لا يستطيع ان يرفع حاجة عن نفسه فكيف يستطيع ان يكون لها عن غيره رافعا
Jangan mengeluh tentang kebutuhanmu kepada selain Allah, sedangkan Allah sendirilah yang membuatmu butuh. Jika demikian bagaimana bisa sesuatu selain Allah mampu menghilangkan kebutuhan tersebut?. Jika seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, bagaimana bisa ia memenuhi kebutuhan orang lain.
Kita telah sampai pada zaman yang disebut sebagai zaman globalisasi, zaman yang penuh dengan kepraktisan untuk mengakses apa saja di dunia ini dengan sentuhan jempol yang, hampir-hampir tidak ada batasan yang jelas mana dunia nyata dan maya. 

Coba bayangkan saja sekarang sudah ada yang namanya belanja online, jadi tinggal klik-transfer uang dan beberapa hari ke depan sudah sampai rumah, kuliah juga sudah dengan sistem online, jadi tinggal di kamar nyalakan wifi lalu mendengarkan dosen ceramah, belum lagi media-media sosial yang jumlahnya sudah tidak bisa dihitung dengan jari. 

Sebut saja fesbuk misalnya, rakyat Endonesa mana yang tidak kenal sama medsos satu ini, mulai dari kalangan SD sampai kakek-neneknya pasti tahu, kecuali yang tidak tahu.

Apa yang terjadi di fesbuk?, coba lima menit saja kita scroll beranda kita, niscaya bisa dipastikan mayoritas apdetannya adalah tentang kenarsisan foto unyu-unyu selfi dengan ditambahi meme tak jelas, dan yang lebih parah lagi, tentang curahan derita hati, temanya bisa beragam, mulai kesepian, kejombloan, sesekali tentang kedunguan yang dipamerkan. 

Agar terkesan religius, biasanya ditambah-tambahi kata-kata hamdalah, bismilah, istighfar, tentu dengan emoticon mewek nangis gitu lah. Seolah jagad raya ini wajib tahu tentang penderitaan yang ia alami. Ini bukan persoalan salah dan benar. Ini tentang kepribadian diri, sejauh mana kita dapat menilai itu dianggap penting, lebih penting, bahkan paling penting untuk dicurhatkan kepada apa dan siapa.

Kalimat syaikh Ibn ‘Athaillah yang ke 38 di atas dapat dijadikan sebagai kaca mata untuk melihat fenomena tersebut, ya minimal buat bahan perenungan lah, seberapa penting kita curhat untuk orang lain, bahkan yang tidak dikenal sekalipun.

Sekarang begini, kita ini manusia yang pastinya mempunyai kebutuhan, mulai dari fisik, mental dan spiritual. Kebutuhan fisik seperti makan dan minum, kebutuhan mental seperti ingin dan berusaha berkembang lebih baik, dan kebutuhan spiritual seperti membutuhkan sandaran atas sesuatu yang diluar batas diri kita, sebut saja agama.

Kebutuhan seperti di atas, manusia di belahan bumi manapun memerlukan. Agama Islam mengajarkan bahwa segala kebutuhan itu dipenuhi oleh Allah secara tanggung jawab. Kebutuhan fisik dijamin oleh Allah dalam QS. Hud; 6, kebutuhan mental bisa melihat dari hikmah Nabi Musa bertemu Khadlr dalam QS. al-Kahfi: 62-82, sedangkan kebutuhan spiritual segala isi kandungan al-Qur’an dan tingkah laku Nabi Muhammad bisa disebut pemenuhan kebutuhan spiritual.

Allah tidak main-main menciptakan makhluk-Nya, artinya segala sudah terpenuhi tanpa terkecuali dan terlewatkan setetespun. 

Namun terkadang kita tidak atau kurang yakin dengan semua itu, kekurangyakinan itulah yang menyebabkan kita terlalu sering bersandara kepada selain Allah, yang pada hakekatnya tidak akan pernah bisa memenuhi kebutuhan kita yang seabreg itu. Memang butuh latihan saat demi saat untuk memperkuat keyakinan seperti demikian.

Curhat sih boleh-boleh saja, tapi tau tempat dan tau diri. Kenapa?.

Pertama, jika kita ingin curhat kepada siapapun selain Allah, kita harus berpikir tentang manfaatnya. Kalau kita curhat di medsos, bukankah hanya satu atau dua dari ribuan pertemanan kita, artinya tidak semua yang menjadi pertemanan kita itu tahu tentang kebutuhan dan maksud tujuan curhatan kita. 

Ini bukan berarti tindakan spekulatif untung-rugi, tapi ini tindakan pencegahan untuk melatih diri kita menjadi pribadi yang lebih berkualitas bagaimana mengontrol emosi agar tetap stabil.

Kedua, merujuk kata hikmah Ibn ‘Athaillah di atas, alangkah baiknya curhatan kita dikembalikan kepada yang memberikan persoalan. Kalau kita yakin bahwa segala persoalan, kebutuhan, bahkan segala peristiwa tak menyenangkan yang menimpa kita adalah Allah yang memberikan, kenapa kita tidak mengadukan kembali kepada yang member?. 

Bukankah jika di antara kita mendapatkan masalah, kita sendiri yang akan menyelesaikannya dengan cara yang disepakati. Saya juga yakin kalau Allah selalu punya banyak waktu untuk mendengar cerita hati kita, berbeda dengan teman-teman kita atau malah follower kita di fesbug maupun twiter, mereka hanya sibuk seolah perhatian, tapi tidak secara sepenuhnya dan totalitas. 

Satu-satunya yang bertanggung jawab atas kehidupan dengan segala persoalan kita hanyalah Allah, namun dengan catatan bahwa kita benar-benar meng-allah-kan Allah dengan sebaimana mestinya.

Ketiga, tidak bisa dipastikan seseorang akan memberikan solusi terbaiknya ketika kita sedang curhat dengan persoalan kita. Satu-satunya yang selalu tepat dan benar solusinya, hanyalah Allah. Tuhan bagi semua umat peradaban manusia di dunia ini.

Mari kita kurangi sedikit demi sedikit keluhan kita kepada orang lain baik di dunia nyata maupun maya, dan belajar sedikit demi sedikit dengan menyadari semampunya bahwa hanya Allah lah yang menjadi satu-satunya sandaran hidup kita.
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Curhat di Tempat yang Benar (Aforisme Hikam 38)"