Kata Mbah Sunan Kalijogo

Table of Contents

Beberapa  bulan yan g lalu ada sms masuk di nomor hape saya, isinya begini “Jowone gawanen, Arabe Garapen, kata Mbah Sunan Kalijogo”. Kalimat itu secara sadar dan tidak sadar telah mengusik pikirku, dan mengundang kegelisahan yang tak bisa kukalahkan (nggaya banget).
Mulai saat itu saya mencari sumber kalimat itu, dari mana sih kalimat itu di dapat. Seperti halnya takhrij hadist kalau dalam ilmu hadist. (hehehe). Jadi agar lebih shahihnya harus mencari hadits dari Mbah sunan itu secara tertulis. Namun setelah mencari-cari itu ternyata saya tak kunjung menemukannya. Ya sudahlah, semoga memang benar kalau itu adalah kalimat mbah sunan kalijogo. Ya semoga nanti kalau ketemu akan saya sunting lagi tuisan ini. (he...)
Lebih baiknya tidak perlu saya menulis profil Sunan Kalijogo, karena sudah banyak sekali tulisan lain yang membahas tentang itu, jadi dicari sendiri saja ya (padahal males nulis. Hahahaha).
Terkait kalimat mbah sunan “Jowone gawanen, Arabe garapen”, menurut  saya (interpretasi subyektif. Hehehe) adalah suatu pesan Mbah Sunan Kalijogo kepada generasi selanjutnya, bahwa watak dan kerakteristik jawa harus selalu di bawa dan menjadi perilaku sehari-hari, sedangkan Arab atau bisa dikatakan Islam, itu harus diolah lagi dan dimatangkan lagi sesuai dengan karakteristik masyarakat jawa itu sendiri.
Lho bukankah islam itu sudah sempurna? اليوم أكملث لكم دينكم ....  (QS. Al maidah)
Memang sudah sempurna agama Islam mulai sejak Nabi Muhammad wafat (dalam hal pokok-pokok agama atau ushuliah), namun orang-orangnya yaitu masyarakatnya yang belum siap ditinggalkan oleh Nabi. Karenanya perlu adanya mendalami soal-soal yang ada dalam masyarakat yang terkait dengan agama islam, terutama dalam hal cabang-cabang dari nilai agama (furu’). Sebab agama islam tidak hanya untuk orang-orang arab saja, namun untuk seluruh umat di dunia.
Pemahaman Islam tentu tidak terfokus dan terdikte oleh kebudayaan arab, karena Islam bukan arab. Jadi tidak bisa dikatakan orang yang berbudaya arab sudah terkesan/dikatakan islami, atau sebaliknya yang Islami adalah orang Arab.
Jowone Gawanen
                Budaya jawa memang sudah diakui nilai kesopanan dan keluhurannya, misalnya dalam hal penyampaian pesan atau bahasa. Orang jawa sangat teliti dalam hal itu, bagaimana cara berinteraksi dengan yang lebih tua/lebih banyak ilmunya, bagaiamana berbicara dengan orang tua, bagaimana berbicara dengan sebaya, bagaimana berbicara dengan anak kecil? Dan sebagainya. Hal itu menandakan bahwa budaya jawa terbentuk melalui prinsip kesopanan dan kuluhuran budi. Bandingkan saja dengan bahasa lainnya. Bahasa inggrisnya kamu ya you. Tidak peduli orang tua, anak kecil, sebaya dan siapapun tetap you. Dalam bahasa arab, kamu ya anta tidak peduli tua muda, kalau khitabnya perempuan baru anti. Dalam bahasa jawa? kamu yang lebih tua = njenengan. Kamu yang sesama = sampean. Kamu yang lebih kecil = kowe.
                Demikian merupakan kearifan lokal, dengan bahasa inggrisnya yang disebut Local Wisdom. Jauh sebelum Islam datang ke jawa, masyarakatnya sudah mengenal gotong-royong, saling mengasihi memberi, membantu sesama tetangga,  dan saling menghormati.
Arabe Garapen
                Islam itu tidak hanya diinul aqidah (agama akidah), atau juga diinu as Syari’ah (agama syari’at). Islam juga dinul ‘ilmu wa tsaqafah (agama ilmu dan tradisi), oleh karenanya itu bagian dari faktor, Islam bisa diterima di sebagian besar bumi Nusantara ini. Karena para tokoh Islam yang masuk ke Nusantara menggunakan pendekatan tradisi dan budaya, bukan semata-mata akidah dan syari’ah. Begitu pula, islam masuk ke suatu daerah dengan tanpa perang itu hanya di bumi Nusantara. Semua negara yang dimasuki oleh agama Islam itu melalui jalan peperangan terlebih dahulu. Tidak lain dan tidak bukan karena tradisi dahulu itu masih kental dengan peperangan.
                Secara akidah, Islam bersifat absolut, statis, dan konservatif, karena itu adalah hal yang paling ushul dalam agama Islam, seperti rukun Iman dan Islam. Beberapa poin yang ada di dalam rukun itu sepertinya tidak akan mengalami pengurangan ataupun penambahan. Karena itu dasar dari pada agama Islam.
                Islam diturunkan di bumi Arab dengan redaksi al-Qur’an yang sampai 30 juz itu tidak secara utuh, dalam kata lain tidak secara langsung 30 juz. Melainkan dengan tahapan demi tahapan dan ada beberapa bahkan banyak ayat yang didahului dengan asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya) hal itu lah yang mendasari bahwa agama Islam itu merupakan salah satu respon dari tradisi masyarakat arab yang konon “jahiliyyah”. Tujuan dari pada al-Qur’an diturunkan adalah untuk pembanding sastra jahiliyah yang kemudian Nabi Muhammad datang dengan kepuitikan bahasa al-Qur’an yang sampai sekarang tidak ada yang bisa menandinginya.
                Berangkat dari fakta di atas, tidak bisa dipungkiri bahwa tradisi masyarakat arab pada saat itu menjadi faktor yang paling mendominasi dalam penurunan al-Qur’an. Karena itu tidaklah sepatutnya kita –masyarakat Indonesia selalu demam dengan tradisi arab. Karena tradisi dan peradaban di sana jauh berbeda dengan tradisi masyarakat Indonesia.
                Jadi ada benarnya kata Sunan Kalijaga “Arabe garapen” (islamnya diolah kembali) dengan artian bahwa kita tidak perlu terkontruksi dengan budaya dan tradisi orang arab, karena watak dan karakteristik mereka sangat jauh dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Tidak perlu memaksakan kearab-araban. Arab belum tentu islami, begitu pula islami belum tentu arab. Islam tidak hanya milik orang arab, namun milik semua umat di dunia (rahmatan lil ‘alamin).
               
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment