Tuhan dan Wanita adalah Pencipta

Table of Contents
Dia bukan kekasihmu 
Wanita adalah cahaya Tuhan
Tetapi dialah pencipta
Pencipta yang tidak diciptakan untukmu semata


Begitulah syair yang digubah oleh Jalaludin Ar Rumi yang sering dipanggil Rumi dalam kumpulan syair Matsnawinya. Dia menegaskan bahwa sosok wanita, karena kemulyaan dan qodratinya, mampu membiaskan bayang-bayang Tuhan di semesta ini, yang disebut oleh Ibnu Arabi (sufi islam) adalah miniature semesta atau mikrokosmos, yang dalam dirinya mencerminkan bagian-bagian dari jagad raya ini. Karenya sungguh benar adanya bila para sufi islam ahli ma’rifat mengatakan untuk meningkatkan derajat kewalian salah satu caranya adalah menyintai dan menyayangi wanita.

                Demikian poin yang bisa saya tangkap dalam buku berjudul “melihat tuhan dalam diri wanita” yang ditulis oleh dosen filsafat saya Muhammad Roy. Beliau merupakan feminisme yang membela kaum wanita yang ‘seolah termarginalkan’ dalam konstruksi kebudayaan kaum laki-laki –terutama di bangsa Arab yang terkenal dengan budaya patriarkhi (lelaki lebih unggul dari perempuan).  
                Ada syair arab yang berbunyi “Sesungguhnya wanita adalah syetan yang diciptakan untuk manusia. Dan kita sebaiknya berlindung dari godaan wanita”. Secara tekstual betapa kerdilnya pemikiran orang arab, sehingga mengumpamakan wanita layaknya syetan yang terkutuk.
                Kita meyakini bahwa realitas yang ada di semesta ini adalah tunggal, yaitu Allah. Tiada realitas lagi selain pada Allah, dan semesta beserta seluruh isinya merupakan perwujudan dari sifat-sifat yang dipunyai oleh Allah. Hanya saja semesta beserta isinya ini tidak bisa menggambarkan sifat Allah secara holistik (utuh). Bumi merupakan perwujudan kasih sayang Allah kepada ciptaannya. Di bumi Allah menyediakan segala kebutuhan manusia tanpa terkecuali, mulai dari yang beriman, kafir, musyrik, bahkan sampai hewan pun Allah memberikan kasih sayangnya.
                Selain bumi, makhluk yang paling sempurna dan bisa membiaskan cahaya Tuhan adalah wanita. Kenapa wanita? Wanita adalah pencipta bagi manusia, ia mempunyai peranan penting dalam proses penciptaan manusia. Pencitraan Tuhan dalam diri wanita merupakan “penyatuan” antara sifat aktif Tuhan dalam mencipta dan berkreasi, dan wanita sebagai tempat aktifitas itu (baca: pasif), penyatuan antara sifat aktif Tuhan dan sifat pasif wanita itu yang akan melahirkan seorang makhluk yang bernama manusia. Maka sungguh tepat kalau ibnu ‘Arabi mengungkapkan pencitraan Tuhan dalam diri wanita ini sebagai cara pengungkapan atau tajalli Tuhan yang paling lengkap dan sempurna di antara makhluk yang lain.
                Secara empiris, banyak para sufi islam yang merasa sempurna agamanya dengan menyintai dan menyayangi wanita, seperti statement Ibnu ‘Arabi berikut:
“Aku dahulu tidak menyukai kaum wanita dan hubungan seksual ketika pertama-tama memasuki jalan ini (tashawuf). Hal ini kira-kira berlangsung selama 18 tahun hingga aku menyaksikan dan sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Pada saat itu Tuhan telah membuat aku untuk menyintai wanita, dan aku menjadi makhluk yang paling kuat dalam menjaga dan memenuhi hak-haknya.” (Futuhat Makkiyyat)
                Dari statement Ibnu ‘Arabi di atas bisa disimpulkan bahwa, kecintaan seseorang kepada sesuatu yang pada akhirnya akan mampu mengantarkannya dan menyerap sifat-sifat keagungan Allah, maka sesuatu yang menjadi pengantar itu memang telah menjadi cermin Allah. Ibarat ketika kita berada di tempat yang gelap, kemudian kita mempunyai cermin yang memantulkan cahaya matahari lalu cahaya itu sampai pada kegelapan tempat kita, maka cermin itu adalah pantulan paling sempurna dari cahaya matahari yaitu sosok wanita. Seperti itulah wanita yang bisa memantulkan cahaya Tuhan dan menerangi jalan para lelaki yang ingin menuju Tuhan. Itulah yang menjadi perumpamaan Ibnu ‘Arabi ketika menyintai dan menyayangi sosok wanita. Semoga wawasan ini bisa menjadi bekal saya dalam menyintai wanita.
                Lantas, apakah semua wanita bisa menjadi cermin Tuhan, dan menerangi bagi lelaki yang ingin menuju jalan Tuhan?. Secara universal wanita mempunyai potensi jasmaniah maupun spiritual untuk memantulkan “cahaya Tuhan”, permasalahannya apakah ia mau mengasah potensi itu atau tidak? Apakah potensi itu dilatih ataukah tidak?. Ketika wanita tidak mau mengasah potensi yang ada dalam dirinya, maka ia hanya laksana cermin buram yang akan menipu bagi siapa yang ingin bercermin, ia ibarat cermin retak yang tidak bermakna, apalagi mampu membiaskan cahaya suci ketuhanan di alam semesta ini. akan tetapi ketika potensi itu dilatih dan diasah dengan sungguh-sungguh, maka ia akan menjadi sosok insan kamil (manusia sempurna) yang mampu mencerminkan esensi Tuhan di dunia. Jiwanya laksana mutiara universal, tubuhnya mencerminkan Arsy, pengetahuannya laksana samudera ilmu Tuhan, dan kemampuan spiritualnya berhubungan dengan malaikat, daya ingatnya laksana kecemerlangan saturnus, dan inteleknya bagaikan kekuatan yupiter. (Ibnu ‘Arabi, 1919: 211). Karenanya banyak juga sufi islam yang dari kalangan wanita, seperti Rabi’ah al Adawiyah.
                Ketika wanita memang menjadi cermin Tuhan di dunia, maka tidak berlebihan bila Umar Bin Khattab mendendangkan syair seperti demikian:
“Wanita ibarat bunga surga nan harum semerbak yang diciptakan untukmu. Dan setiap kamu pasti senang mencium bunga surga tersebut.” 

Unduh Tulisan Ini, Klik di sini....
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment