Belajar Dari Tukang Parkir

Table of Contents

            Sering kali kita merasa boheman[1] (bahasa indonesianya boheman apa tho?) dengan apa yang pernah dan sedang kita miliki, apapun. Kenapa kita terlalu boheman? Takut bila apa yang kita miliki jadi hilang begitu saja –meskipun itu akan membahagiakan beberapa orang. Takut karena tidak percaya dengan balasan yang Tuhan berikan, takut karena besok atau lusa akan kekurangan, dan beberapa ketakutan kita karena merasa kehilangan sesuatu.

Parkiran Malioboro
            Saya sering merenung dan sadar bila melihat tukang parkir (semoga tidak hanya sadar, namun juga dilakukan pada perilaku. Hehehehe), karena wajah dan ekspresinya biasa saja bila dititipi sepeda/mobil, ia tidak pernah membedakan mobil bagus dan buruk, atau motor bagus dan yang buruk, semuanya ditempatkan di tempat yang sama. Bila motor dan mobil itu diambil lagi oleh pemiliknya, sang tukang parkir pun tidak merasa kehilangan, malah sebaliknya ia merasa senang karena tanggungannya semakin sedikit.


            Ketika semua titipannya sudah diambil oleh pemiliknya, ia pun pulang dan berdoa agar esok lebih banyak lagi orang yang hendak menitipkan kendaraan kepadanya. Ia merasa senang bila pelanggannya itu memercayakan kendaraannya kepada tukang parkir. Jadi ia merasa diberi tanggung jawab yang besar untuk menjaga sebaik-baiknya sebagaimana itu adalah miliknya. Secara logika, seseorang yang diberi kepercayaan akan merasa lebih semangat dalam bekerja, karena ia merasa benar-benar dihargai sebagai pekerja.

            Ada baiknya kita belajar dari filosofi tukang parkir, bahwa semuanya adalah titipan, apa yang pernah dan sedang kita miliki adalah titipan, jadi ketika titipan itu diambil, maka dengan lapang dada kita berucap “alhamdulillah”, dan bila kita dititipi kembali, dengan senang hati pun kita akan berucap “alhamdulillah, Kau masih percaya padaku untuk menjaga amanat ini”. Dengan begitu kita akan tidak pernah merasa kehilangan, karena kita sejatinya tidak memiliki, karena semua adalah titipan.





[1] Boheman/eman-eman bisa dikatakan terlalu sayang dengan sesuatu yang dimiliki untuk memberikan kepada orang lain.
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

2 comments

Comment Author Avatar
NF
13 March 2012 at 14:24 Delete
hooh belajarlah dari tukang parkir, menjaga kendaraan dalam panas dan hujan tapi merelakan ketika kendaraan itu diambil.. "lha wong memang bukan miliknya" ya memang semua yang kita miliki juga pd hakikatnya bukan milik kita :)
Comment Author Avatar
14 March 2012 at 08:03 Delete
Setujuuuu buuu :)

dengan hal itu kita tidak akan pernah merasa kehilangan :)