Ads #1

Santri apa Santri

Baru enam tahun sudah saya di pesantren An Nur ini. Banyak kejadian sepele yang lama tak kusadari. Tradisi santri memang tidak bisa lepas dari kebersamaan, karena bagi mereka kebersamaan adalah tonggak kehidupan dan adanya saling keterkaitan antara individu satu dengan yang lain. Terbukti masih kuatnya tradisi makan lengseran (satu nampan bisa dikeroyok 5 sampai 7 orang). Setelah lama saya amati, ada satu sisi keluarbiasaan/kehebatan pada saat praktik makan lengseran tersebut. yaitu, tidak pernah ada seekor lalatpun yang pernah ikut-ikutan nempel di nampan, padahal di warung-warung makan pada umumnya tentu banyak makan-makanan yang dikerumuni oleh hewan yang bernama lalat itu, kecuali ditutupi. (hehehe)

Pengamatan yang kulakukan itu tidak memakan waktu yang pendek, karena belum tentu sehari itu makan, jadi harus menunggu lengkap bumbu dan beras, kemudian baru masak. Dari beberapa praktik kejadian yang saya lakukan, sekaligus saya menjadi subjek di sana. Benar-benar terbukti bahwa tidak pernah ada satu ekor lalat pun yang pernah menclok pada nasi yang siap santap di nampan tersebut.


Mulai saat itu, saya yakin bahwa santri memang sangat luar biasa, karena masalah sepele seperti makan pun tidak pernah ada lalatnya. Jadi tidak mungkin bahwa ada yang mengatakan kehidupan santri itu sangat kotor, jorok, dan semaunya sendiri.
Namun di sisi lain, ada sedikit kejanggalan, bahwa saya belum tahu pasti alasan kenapa lalat tidak pernah ada pada saat kami makan. Kejanggalan saya itu pun tidak pernah saya obrolkan dengan teman-teman. Jadi hanya sebatas kegelisahan pribadi saja. (hehehehehe)


Pada satu waktu ketika kami sedang makan dengan nasi dan 2 mie rebus, berlima dengan yang lain, dan seperti biasa, peraturan makan tidak boleh memakai sendok atau alat bantu yang lain, karena itu bagian dari ketidak sportifan dalam ritual makan (hahahaha, kaya apa aja). Di sela-sela makan dan sibuk meniupi nasi agar tidak terlalu panas di mulut, saya terpaksa bertanya kepada salah satu teman. "Jane ngopo nek awakdewe maem ki gak tau ono laler e? padahal saiki musim laler, kae contone neng latar akeh" tanyaku sambil menunjuk-nunjuk ke halaman. Teman saya dengan mulut yang masih terisi nasi dan mie yang masih panas tadi menjawab "Lha arep menclok pie? wong segone isek panas ngene je. opo tau awakdewe ki mangan segone adem?" bicaranya tidak jelas karena tergopoh-gopoh mengunyah nasi yang masih panas. Sementara yang lain malah tertawa.
"Sak durunge lalere menclok ya segone wes entong disit, priwe arep wani menclok lah? segone be panase kaya kie!" sela temanku satunya.
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Santri apa Santri"