Ads #1

Kefutuhan Mbah Nawawi Banten

Kediaman Abah Minan Sedan 

Pada hari Kamis 16 Maret 2017 bertepatan dengan acara Silaturahmi alim ulama Nusantara di pesantren al-Anwar Sarang, saya didawuhi Gus Rumaizijat dan Gus Idris untuk nderekke (mengantarkan) beliau ke sana sebagai perwakilan KH. Yasin Nawawi yang tidak bisa rawuh. 

Sesampainya di sana dengan jalanan yang super duper macet, seperti biasa yang namanya supir cuma bisa tidur-tiduran di masjid karena undangannya cuma satu, dan apalah daya saya.

Tapi walhasil saya bisa ikut masuk di kerumunan para kyai-kyai sepuh itu, lebih lanjut akan saya ceritakan di lain sempat. Tulisan ini bukan ingin menjelaskan tentang apa yang terjadi di sana, lagi pula itu acara tertutup dan rahasia, para wartawan dari berbagai media tak boleh ada yang masuk di acara tersebut. 

Etapi gus saya itu berhasil merekam dawuhan-dawuhannya Mbah Mun. Doakan saya bisa mendapatkannya, insyallah akan saya transkip :D di sini.

Setelah selesai acara saya diajak untuk sowan kepada Mbah Minan Sedan, lumayan jauh dari pesantren al-Anwar. Beliau merupakan sosok kyai yang benar-benar kyai, usianya sudah sepuh, perkiraan saya 70an lebih. Perangainya sangat santun dan suka guyon. 

Ini ciri khas kyai NU, seneng guyon. Tidak spaneng dan kaku terlalu formal. Beliau banyak bercerita tentang daerah Sedan, bahwa banyak sekali tokoh-tokoh nasional itu keturunan dari Sedan, mulai dari Mbah Hasyim Muzadi (alm.), Mbaj Jauhari, Mbah Mun Zubair dan lain sebagainya.

Hingga pada akhirnya beliau menceritakan tentang Syaikh Nawawi Banten. 

Menurut gurunya Abah Minan, yakni Mbah Fadhol, Syaikh Nawawi ketika ngaji di Makkah mengalami kecunthelan dalam belajar, hampir semua materi-materi pengajian dan kitab-kitab yang dipelajari tidak masuk sampai otaknya, sehingga beliau memutuskan untuk khidmah (melayani) dengan gurunya. (sependek ingatan saya gurunya adalah Sayyid Zaini Dahlan. Maaf, saya tidak begitu dhabith, jadi ingatannya rapuh :D). 

Syaikh Nawawi benar-benar menjadi khadim gurunya selama 24 jam tanpa berhenti, ketika gurunya tidur, maka Syaikh Nawawi tidur di bawahnya, ketika mengaji membawa kitab-kitab gurunya, dan hal-hal kecil lainnya mulai dari sandal, pakaian, surban dan lain-lain selama bertahun-tahun. 

Hingga pada akhirnya gurunya wafat dan mengatakan kepada Syaikh Nawawi "Terimakasih sudah melayaniku selama ini, saya tidak bisa membalas apa-apa. Saya doakan engkau menjadi orang yang alim beserta orang-orang yang menjadi muridmu."

Setelah doa tersebut, Syaikh Nawawi futuh dalam segala bidang ilmu yang pernah ia pelajari selama ini. Dari cerita tersebut, Mbah Minan tidak melanjutkan dengan nasehat-nasehat yang saya harapkan, tapi yang jelas saya tahu bahwa keteladanan Syaikh Nawawi bisa kita jadikan contoh, bahwa kecerdasan dan kesuksesan seseorang itu tidak hanya diperoleh dengan belajar, tetapi juga khidmah dengan guru.

Harusnya saya foto sama beliau, tapi kok rasanya ndak karuan. Cukup bisa bertemu dan mencucup tangannya sajalah. Insyallah nilainya lebih dari sekedar foto, apalagi foto kan biasanya cuma bisa buat pamer, iya kan? hayooo iya kan?. hemmm
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Kefutuhan Mbah Nawawi Banten "