Ads #1

Islam dan Toleransi; Memaknai Kisah Pengalaman Muadz bin Jabal

QOWIM.NET - Tolerare, itulah muasal dari kata toleransi. Di laman Wikipedia, kata tersebut dari bahasa latin yang secara bahasa artinya "sabar dengan membiarkan sesuatu (yang terjadi)". Di dalam Bahasa Arab kita mengenal kata halim yang, artinya lebih kurang juga sama dengan tolerare. Biasanya, kata halim jika kita ngesahi kitab ketika ngaji diartikan aris

Shalat berjamaah
credit by Pixabay

Aris artinya juga sama; menunda kemarahan dengan memberikan kesempatan bagi orang yang bersalah. Terkadang diartikan dengan bijaksana. Meskipun saya tidak sepakat, sering kali saya keceplosan mengartikan aris dengan bijaksana.

Islam dan toleransi sering kali menjadi tema diskusi yang tak habis dibahas dan diulang-ulang. Hasilnya bisa banyak sekali penjelasan yang kita temukan, jika boleh saya sederhanakan Islam dan toleransi tidak ada yang tidak sepakat bahwa Islam adalah agama toleran. 

Bahkan, Islam itu sendiri adalah toleransi.

Namun ternyata tidak sesederhana itu menyimpulkan toleransi Islam. Faktanya, banyak aksi-aksi intoleran yang terjadi di negara kita, bahkan di dunia mengatasnamakan agama. Mulai dari aksi terorisme, penutupan tempat ibadah, hingga saling mengkafirkan sesama muslim karena berbeda pandangan politik. 

Lantas, jika ada pemahaman islam adalah toleransi, apa yang menjadi masalah utama adanya aksi-aksi anarkis atas nama Islam?

Dalam pandangan saya, hal itu karena perbedaan memaknai toleransi. Inilah yang akan menjadi fokus utama artikel pendek ini. 

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui riwayat Jabin bin Abdillah, ia menceritakan tentang peristiwa sahabat Muadz bin Jabal ketika menjadi imam salat dengan bacaan yang panjang.

Suatu hari datang seorang laki-laki membawa unta ke Madinah, saat itu sudah masuk waktunya salat maghrib. Kebetulan Muadz bin Jabal sedang menjadi imam salat lalu laki-laki tersebut makmum. Tak dinyana ternyata Muadz membaca surat al-Baqarah. Lelaki tersebut lalu mufaraqah salat agar ia bisa cepat-cepat selesai.

Muadz mengetahui hal ini, lalu ia mengatakan bahwa lelaki tersebut adalah seorang munafik. Ketika mendengar hal itu, lelaki tersebut tidak terima lalu mengadukan tindakan Muadz tersebut kepada Rasulullah. 

Mendengar hal itu, Rasulullah agak keras memperingatkan Muadz "Apakah engkau ingin membuat fitnah di dalam agama Islam, Wahai Muadz?"

"Mbok yao engaku membaca surat Sabbihis dan Was-Syamsi wa Dhuhaha. Sebab di belakangmu ada makmum yang bermacam-macam" kata Rasulullah.

Sejak saat itu, Muadz tidak lagi membaca surat yang panjang-panjang ketika menjadi imam dalam salat di tempat-tempat umum. 

***

Dari peristiwa di atas, dapat kita ambil beberapa hikmah untuk memahami toleransi. Pertama, tidak zalim, atau menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Salat dengan membaca surat-surat yang panjang adalah baik, dan termasuk mendapatkan keutamaan. 

Namun, kebaikan tersebut tidak mutlak karena harus mempertimbangkan banyak hal; kondisi makmum. Masjid-masjid tidak hanya untuk pemuda yang tenaga dan fisiknya masih kuat, tetapi juga ada orang tua, para pekerja yang sedang meninggalkan pekerjaannya, dan lain sebagainya. 

Jangan sampai, ibadah yang semula ingin dilakukan secara suka rela, gara-gara imamnya membaca surat panjang atau salatnya terlalu lama, yang terjadi adalah para makmum mengeluhkannya. Ibadah yang semula mendatangkan pahala, justru membuahkan dosa. 

Mungkin karena hal itulah, di dalam riwayat Abdullah bin Umar mengatakan bahwa rasulullah pernah bersabda bahwa 3 orang yang tidak diterima salatnya oleh Allah; orang yang menjadi imam salat namun tidak disukai oleh banyak orang, orang yang sering mengakhirkan salat, dan orang yang memperbudak orang lain yang merdeka.

Kedua, Jangan tergesa-gesa memvonis orang lain munafik jika tidak jelas kemunafikannya. Faktanya Muadz bin Jabal dimarahi oleh Rasulullah ketika memvonis orang yang mufaraqah tersebut adalah orang yang munafik. 

Sebab kemunafikan seseorang tidak bisa dilihat secara kasat-mata, tetapi hati dan niatnya. Sedangkan kita tidak tahu niat dan hati seseorang. Melainkan hanya Allah lah yang mengetahuinya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ghazali di dalam kitab Bidayatul Hidayah; 

Jangan ikut campur urusan Allah dengan hamba-Nya

Ketiga, menyesuaikan keadaan dan kemaslahatan yang lebih besar. Membaca surat-surat panjang bisa disebut sebagai kemaslahatan/kepentingan individu yang rawan bercampur dengan riya, namun kemaslahatan yang lebih besar dan menyeluruh harus menjadi pertimbangan juga, bahkan kepentingan umum harus diprioritaskan daripada kemaslahatan individu dan kelompok. 

Peristiwa Muadz bin Jabal memberikan pelajaran ini, bahwa kepentingan makmum yang bermacam-macam harus diakomodir agar islam tidak menjadi agama yang memberatkan bagi pemeluknya, justru bisa mempermudah semua manusia sebagai rahmat. 

Rasulullah pun pernah memberikan contoh demikian, ketika salat berjamaah sedang berlangusng, tiba-tiba Nabi melakukannya dengan cepat tidak seperti biasanya. Setelah selesai ada seorang sahabat yang bertanya "Kenapa engkau salat cepat-cepat, Ya Rasulallah?"

"Saya tadi mendengar ada anak kecil menangis, barang kali ibunya sedang ikut jamaah di sini, lalu aku mempercepat salatku agar ibu itu bisa segera memberikan susu kepada anaknya" jawab Nabi. 

Kemanusiaan memang di atas segalanya, karena itu Allah mempunyai sifat rahman dan rahim yang artinya kasih sayang untuk seluruh makhluk di dunia ini, baik yang menyembah Allah maupun tidak, sekaligus menyayangi hambanya yang menyembahnya secara lebih khusus. 

Dari pengalaman Muadz bin Jabal tersebut, bisa kita ambil poin yang paling penting yaitu jangan sampai ketaatan yang kita lakukan menjadikan kita merasa lebih baik hanya karena kita melakukannya sedangkan orang lain tidak. Sebab, bisa jadi ketaatan yang kita lakukan bisa menyakiti orang lain jika kita tidak bisa meletakkan sesuatu sesuai porsinya.

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Islam dan Toleransi; Memaknai Kisah Pengalaman Muadz bin Jabal"