Kita Masih (saling) Belajar
Table of Contents
Waktu demi waktu perlahan mengalir menuju titiknya sendiri-sendiri; takdir. Kenyataan yang tak semuanya sesuai dengan harap dan ingin kita, terkadang menjadi hambatan untuk saling mengenal lebih jauh dan lebih dalam lagi. Kita memang masih belum ada apa-apanya. Dibanding siapa? Ya, siapa saja yang sudah melebihi kita.
Degupan jantung kita, yang kita atur sedemikian agar seirama, ternyata masih ada saja yang menghambatnya. Utamanya adalah ... ah, kau pasti tahu jawabnya.
Kita (masih) saling belajar, menjadi seorang bapak, dan kau seorang ibu. Napas yang kita sembunyikan di detik-detik yang sunyi, menjadi salah satu tanda, bahwa kita memang saling melengkapi dan mengisi.
Kau tak perlu khawatir soal kesia-siaan, sebab kita hidup tidak untuk disia-siakan. Bukankah, tuhan telah berkali-kali memberikan tanda, bahwa memang tak ada yang sia-sia pada tiap ciptaannya.
Kita (masih) saling belajar, menjadi seorang suami, dan kau seorang istri. Bahu-bahu yang kokoh tak pernah dilahirkan dari tulang yang rapuh, kelopak-kelopak mata yang luas, tak pernah tercipta dari mata yang terpejam. Telinga-telinga yang lebar, tak pernah menempel dari diri yang penuh sesumbar.
Tenanglah, dalam belajar kita tak mengenal salah atau keliru sebagai ujung penilaian, sebab salah dan keliru milik pemikiran yang terburu-buru. Kita akan mengganti kata itu dengan proses memahami. Di dalam proses kita akan menemukan kesalahan dan kekeliruan, tapi jangan berhenti di sana, kita masih bisa mulai lagi dan berhati-hati.
Tenanglah, dalam belajar kita tak mengenal salah atau keliru sebagai ujung penilaian, sebab salah dan keliru milik pemikiran yang terburu-buru. Kita akan mengganti kata itu dengan proses memahami. Di dalam proses kita akan menemukan kesalahan dan kekeliruan, tapi jangan berhenti di sana, kita masih bisa mulai lagi dan berhati-hati.