Ads #1

Nalar Gebyah Uyah KPAI; Kaidah Almaslahatul Ammah Muqaddamun Ala Maslahatil Fardiyyah

sumber gambar; tirto.id
Jagad media sosial ramai sekali soal polemik PB Djarum Pamit. Hujatan demi hujatan untuk KPAI tak terbendung lagi, cacian, nyinyiran dan sindiran hingga meme-meme mudah kita temukan di media sosial, utamanya di twitter.

Saya, sebagai orang Kudus, naluri kekudusan saya muncul untuk menambah keramaian tersebut.

Polemik antara KPAI dan PB Djarum ini memang lucu, sebagaimana yang diberitakan oleh tirto.id bahwa KPAI menolak adanya unsur eksploitasi terhadap anak dengan terpampangnya logo Djarum pada audisi-audisi bulu tangkis.

Hal itu lah yang menyebabkan KPAI geram kepada pihak Djarum yang menganggap bahwa digelarnya audisi-audisi tersebut hanyalah murni untuk kepentingan Djarum sebagai lahan untuk iklan.

Sebenarnya Djarum sudah sepakat untuk tidak mencamtumkan logo tersebut, namun pada perundingan-perundingan selanjutnya Djarum menyatakan mundur dan menghentikan beasiswa PB Djarum pada tahun 2020 mendatang.

Akhirnya, Klub yang sudah didirikan sejak 1969 itu berakhir dengan 7 mulut orang anggota KPAI yang telat menyuarakan "eksploitasi anak" padahal kita tahu nama Indonesia di dunia bulu tangkis itu cukup diperhitungkan di kancah internasional.

Rasa-rasanya KPAI memang punya ketakutan yang kronis, mereka takut kalau ada orang melihat logo Djarum maka orang tersebut akan merokok cepat atau lambat. Ini sama halnya dengan logika kaum sebelah, ketika ada orang pakai rok mini maka bisa dipastikan orang tersebut mengundang semua laki-laki untuk menyetubuhinya.

Padahal tak semua laki-laki seperti ia, misalnya.

Saya tak habis pikir, lama kelamaan mereka tidak mau pakai sempak yang dianggap sebagai lambang Yahudi karena seperti piramida terbalik. Mereka takut pakai, karena dengan melihat itu, bahkan memakainya lama kelamaan akan jadi Yahudi.

Ini kalau diterus-teruskan akan mengatakan "Hei, jangan makan di depan saya, saya sedang berpuasa. Kamu harus menghormati saya. Kalau saya batal puasanya, kamu yang berdosa karena sudah menggoda saya"

Hei tutup aurat, nanti saya jadi horny.
Hei belajar, kalau kamu goblok nanti saya juga ketularan goblok.
dan lain-lain sebagainya.

Nalar yang dipakai oleh KPAI memang nalar gebyah uyah, pokoknya semua orang yang merokok itu disebabkan mereka sering melihat iklan Djarum yang dipajang di pinggir jalan, televisi, radio, dan gambar kaos anak-anak yang ikut audisi bulu tangkis itu.

Sama halnya dengan logika polisi tidur, karena di jalanan banyak orang kebut-kebutan, solusinya adalah buat polisi tidur agar tidak ada yang kebut-kebutan. Padahal, tak semua orang itu ngebut di jalanan.

Hasyh ...

Padahal kita tahu kan, rokok di Indonesia tidak hanya Djarum, banyak, mulai dari yang merk Jeruk, Padhang, Jirolu, Cemet, hingga 567. Lalu yang merokok dengan metode tingwe alias nglinting dewe?

Selain daripada itu, ada satu kaidah yang kuncara di dunia pesantren;
al maslahatul ammah muqaddamun ala maslahatil fardiyyah. Kemaslahatan yang merata secara umum lebih diprioritaskan daripada kemaslahatan individual (kelompok)
PT Djarum, lebih spesifik PB Djarum dengan segala polemiknya mempunyai andil besar bagi Indonesia; atlet-atlet yang berhasil memenangkan kejuaraan di kancah internasional. Ini bisa mewakili seluruh rakyat Indonesia, baik yang perokok ataupun tidak.

Selain itu, beasiswa-beasiswa juga sudah diadakan bertahun-tahun lamanya bagi anak bangsa yang menempuh pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi. Jauh, jauh sebelum adanya KPAI yang lahir di era Bu Mega.

Kepentingan KPAI itu bersifat  individual/kelompoknya saja. Pasalnya banyak hal yang harus dikorbankan ketika Djarum pamit, terutama tidak adanya sponsor untuk olah raga di Indonesia. Kecuali, kecuali pihak KPAI bisa mencari pengganti sponsor sebesar dan seloyal Djarum.

Bisa? kalau bisa lanjutkan saja. Katanya ada sponsor dari Bloomberg, ya? Ups...

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Nalar Gebyah Uyah KPAI; Kaidah Almaslahatul Ammah Muqaddamun Ala Maslahatil Fardiyyah"