Mantan Anggota Hizbut Tahrir Merasa Ditipu dengan Ideologi Utopisnya: Buku Pengakuan Pejuang Khilfah
Table of Contents
Gading || 312 hlm. || 2017 |
Waspadalah akan sikap berlebih-lebihan dalam beragama; karena berlebih-lebihan dalam agama itulah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian –Nabi Muhammad SAWHadis di atas adalah kutipan pertama dari buku berjudul Pengakuan Pejuang Khilafah yang secara terbuka menuliskan kisahnya ketika menjadi aktifis militan pejuang khilafah kelompok Hizbut Tahrir di London Inggris.
Buku ini ditulis dalam rangka refleksi diri sekaligus bahan tawaran dari pertimbangan mendasar atas alasan-alasan kenapa ia keluar dari organisasi yang didalamnya mengkordinir kelompok ekstrimis-radikal Islam yang selama ini ia yakini dan percayai sebelum kemudian insyaf dan taubat dari pembodohan yang dipraktikan.
Karena itu, bagi Ed Husain, buku ini adalah sebuah tugas untuk “mengutarakan kebenaran, bahkan andai kata hal itu harus menentang kaum (nya) sendiri”.
Masa kecil dan lingkungan keluarga Ed Husain dalam berislam sangatlah terbuka, moderat dan memahami agama Islam sebagai kultur yang kental akan tradisi sufi, seperti pembacaan maulid Nabi, majlis dzikir, semaan al-Qur’an, dan kegiatan-kegiatan tarekat lainnya.
Keterlibatan Ed Husain dengan organisasi HT membuatnya sering merasa superior, sedangkan yang lain hanya orang rendahan, bahkan mengkafirka, menthaghutkan keluarga hingga orang tuanya sendiri.
Masa kecil dan lingkungan keluarga Ed Husain dalam berislam sangatlah terbuka, moderat dan memahami agama Islam sebagai kultur yang kental akan tradisi sufi, seperti pembacaan maulid Nabi, majlis dzikir, semaan al-Qur’an, dan kegiatan-kegiatan tarekat lainnya.
Hal ini disebabkan ayah dan kakek Ed Husain merupakan salah satu pengikut tarekat dan secara rutin menggelar kegiatan-kegiatan tarekat di rumahnya.
Keterlibatan Ed Husain dengan organisasi Islam bersama Hizbut Tahrir dimulai ketika ia dekat dengan seorang teman lalu mulai aktif dalam kegiatan masjid dan kampus, hingga pada puncaknya, ia menempel kutipan Hasan al Banna di dinding kamarnya
Keterlibatan Ed Husain dengan organisasi Islam bersama Hizbut Tahrir dimulai ketika ia dekat dengan seorang teman lalu mulai aktif dalam kegiatan masjid dan kampus, hingga pada puncaknya, ia menempel kutipan Hasan al Banna di dinding kamarnya
Allah adalah Tuhan kami, Muhammad adalah pemimpin kami, al-Qur’an adalah konstitusi kami, jihad adalah jalan kami, Syahid adalah keinginan kami.Kutipan tersebut dibaca oleh ayahnya sambil bercucuran air mata seraya menjelaskan “Anakku, Nabi Muhammad bukanlah pemimpin kita, dia adalah guru junjungan kita, sumber santapan ruhani kita… al-Qur’an bukanlah dokumen politik. Islam bukan pula sebuah konstitusi, melainkan sumber kedamaian bagi hati yang beriman…” Ayahnya telah merasa kehilangan anaknya sendiri. (h. 57)
Keterlibatan Ed Husain dengan organisasi HT membuatnya sering merasa superior, sedangkan yang lain hanya orang rendahan, bahkan mengkafirka, menthaghutkan keluarga hingga orang tuanya sendiri.
Secara lebih radikal organisasi HT mendoktrin pengikutnya untuk memusuhi non-muslim dan muslim yang munafik, yakni muslim yang bersikap lembut kepada non-muslim sekaligus mau mengikuti sistem pemerintahan yang thaghut, seperti demokrasi.
Bagi HT demokrasi adalah buatan manusia dan kemauan manusia, sedangkan Allah telah menurunkan al-Qur’an agar dijadikan sebagai konstitusi dan undang-undang.
Dalam perjalanannya menjadi kader militan tersebut, suatu hari ia menyaksikan perkelahian antara salah seorang HT dengan sekolompok orang kulit hitam, seorang teman HT itu kemudian mengeluarkan belati lalu menusuknya hingga meninggal dunia.
Dalam perjalanannya menjadi kader militan tersebut, suatu hari ia menyaksikan perkelahian antara salah seorang HT dengan sekolompok orang kulit hitam, seorang teman HT itu kemudian mengeluarkan belati lalu menusuknya hingga meninggal dunia.
Peristiwa ini lalu menggiringnya untuk refleksi atas apa yang ia pahami selama ini tentang HT. Di sinilah awal dari kebimbangan yang dialaminya.
Di sela perenungannya tersebut, Ed Husain menyadari bahwa ia adalah korban brainwashing dari utopia HT dalam mewujudkan sistem pemerintahan Islam secara kaffah.
Kesadaran tersebut muncul ketika ia mulai membaca teori-teori politik Hegel, Marx, hingga Roesseu, dimana dalam proses tersebut ia justru menemukan beberapa teori politik HT yang dibukukan oleh Taqiyuddin an-Nabhani (pendiri HT) merupakan hasil dari copy-paste pemikiran-pemikiran teori politik Barat, seperti ungkapan Hegel yang populer “Negara adalah langkah Tuhan di dunia.” (h. 176)
Dari pembacaan tersebut, ia berkesimpulan tidak ada konsep khilafah islamiyah dan menghendaki Islam sebagai negara, karena Islam tidak mewariskan hal-hal yang bersifat politik dengan segala konsep dan semangatnya.
Buku ini tidak sekedar mengungkapkan fakta tentang bagaimana cara kerja HT dalam merekrut dan meracuni sasarannya agar pembaca menjadi waspada, Ed Husain juga membongkar dan meruntuhkan argumentasi-argumentasi politik ideologi yang utopis dengan perbandingan dan pembuktiannya.
Bahwa pemikiran untuk membentuk Khilafah Islamiyah bukanlah murni datang dari islam (Qur’an dan Hadis) namun dari pencurian ide-ide para filosof seperti Hegel, Marx, dan Rousseau, bahkan Nabhani pun, bagi Ed Husain telah terpengaruh dengan teori Hegemoni Gramsci, ideolog Marxis dari Italia. (h. 178)
Walhasil, kelompok-kelompok ekstremis Islam, jika kita tarik ke Indonesia tidak hanya terwakili oleh HT, melainkan sudah mewabah dan sulit diidentifikasi secara pasti, tapi kita bisa menyimpulkan melalui buku ini, jika sebuah organisasi agama Islam yang menginginkan Khilafah Islamiyah, syariatisasi daerah dan semacamnya, maka itu tidak ubahnya merupakan bohong besar dan mimpi di siang bolong alias utopia belaka.
Di sela perenungannya tersebut, Ed Husain menyadari bahwa ia adalah korban brainwashing dari utopia HT dalam mewujudkan sistem pemerintahan Islam secara kaffah.
Kesadaran tersebut muncul ketika ia mulai membaca teori-teori politik Hegel, Marx, hingga Roesseu, dimana dalam proses tersebut ia justru menemukan beberapa teori politik HT yang dibukukan oleh Taqiyuddin an-Nabhani (pendiri HT) merupakan hasil dari copy-paste pemikiran-pemikiran teori politik Barat, seperti ungkapan Hegel yang populer “Negara adalah langkah Tuhan di dunia.” (h. 176)
Dari pembacaan tersebut, ia berkesimpulan tidak ada konsep khilafah islamiyah dan menghendaki Islam sebagai negara, karena Islam tidak mewariskan hal-hal yang bersifat politik dengan segala konsep dan semangatnya.
Buku ini tidak sekedar mengungkapkan fakta tentang bagaimana cara kerja HT dalam merekrut dan meracuni sasarannya agar pembaca menjadi waspada, Ed Husain juga membongkar dan meruntuhkan argumentasi-argumentasi politik ideologi yang utopis dengan perbandingan dan pembuktiannya.
Bahwa pemikiran untuk membentuk Khilafah Islamiyah bukanlah murni datang dari islam (Qur’an dan Hadis) namun dari pencurian ide-ide para filosof seperti Hegel, Marx, dan Rousseau, bahkan Nabhani pun, bagi Ed Husain telah terpengaruh dengan teori Hegemoni Gramsci, ideolog Marxis dari Italia. (h. 178)
Walhasil, kelompok-kelompok ekstremis Islam, jika kita tarik ke Indonesia tidak hanya terwakili oleh HT, melainkan sudah mewabah dan sulit diidentifikasi secara pasti, tapi kita bisa menyimpulkan melalui buku ini, jika sebuah organisasi agama Islam yang menginginkan Khilafah Islamiyah, syariatisasi daerah dan semacamnya, maka itu tidak ubahnya merupakan bohong besar dan mimpi di siang bolong alias utopia belaka.
Sebab tak ada kewajiban secara absolut untuk menjadikan Islam sebagai konstitusi, meskipun dalil-dalil yang digunakan berdasarkan al-Qur’an dan hadis, tetapi semua itu adalah tafsir, bukan teks al-Qur’an dan Hadis itu sendiri.
Sebagaimana ungkapan Hasan Hanafi
Ed. Husain benar-benar sosok pemberani yang melupakan mantan dengan alasan-alasan yang lebih rasional, yakni hidup yang penuh kedamaian berdampingan dengan keberbedaan yang dicipta oleh Allah. Bukankah Allah sendiri yang menghendaki perbedaan ini?.
Bagi yang ingin membeli buku ini bisa klik link ini ya ... BELI SEKARANG JUGA
Sesempurna apapun sebuah tafsir, kedudukannya tetap tafsir, bukan menjadi al-Qur’anKebenaran tafsir bersifat relatif/nisbi, sedangkan al-Qur’an absolut, shalihun likulli zaman wa makan.
Ed. Husain benar-benar sosok pemberani yang melupakan mantan dengan alasan-alasan yang lebih rasional, yakni hidup yang penuh kedamaian berdampingan dengan keberbedaan yang dicipta oleh Allah. Bukankah Allah sendiri yang menghendaki perbedaan ini?.
Bagi yang ingin membeli buku ini bisa klik link ini ya ... BELI SEKARANG JUGA
terbit pertama di harakatuna.com
Post a Comment