Pondasi Amal dari Perbuatan Kita Sehari-hari
QOWIM.NET - Suatu ketika ada teman saya yang bertanya, bagaimana menciptakan rasa syukur dan sabar dari dalam diri kita? Tanpa panjang-lebar, saya diam seketika, berpikir dan bermuhasabah diri.
Terkadang, ya ini terkadang saja, orang-orang yang bertanya dan menanyakan tentang suatu kepada kita itu merupakan sebuah perwujudan kehadiran Allah ke dalam diri kita, sebagai pengingat sekaligus pemandu, bahwa kita belum bisa melakukan hal-hal dengan baik dan ikhlas.
Misalnya syukur dan sabar sebagaimana yang ditanyakan oleh teman kepada saya, saya melihat bahwa diri saya masih jauh dari rasa syukur dan sabar itu, sehingga Allah mengutus teman saya untuk bertanya kepada saya, sebagai pengingat bagi saya, seolah mengatakan “Nang,kowe durung iso sabar lan sukur.”
Secara teoritis, berbekal mengaji dan beberapa membaca tentang sufi dan tasawuf, seketika itu saya menjawab bahwa segala amal dan perbuatan kita itu seharus diniati untuk ibadah. Kalau niat ibadah nanti akan ringan untuk dilakukan, seperti ketika kita sedang kedatangan tamu, kita muliakan dengan membuatkan minuman, menyuguhi makanan, diajak ngobrol ke sana dan ke mari, dan lain seterusnya, kata orang jawa “nek ora iso suguh ya gupuh” (jika tidak bisa menyuguhi ya minimal diajak ngobrol).
Jika melayani tamu diniati sebagai ibadah akan mendapatkan pahala karena dihitung sebagai amal baik, dan Kanjeng Rasul juga sering mengajarkan dengan mensabdakan falyukrim dhaifahu (muliakanlah tamu) maka selama kita melayani tamu itu, kita sekaligus belajar untuk bersyukur.
Sebaliknya, apabila kita kedatangan tamu lalu merasa hal itu adalah beban bagi diri kita, maka selama itu kita merasa berat dan bahkan nggrundel dalam hati, apabila demikian justru kita akan terjebak di lubang ketidaksyukuran dalam menjalani hidup.
Seringkali, karena saya kebetulan termasuk sering ada tamu, baik teman-teman dan yang lainnya, tamu-tamu yang berdatangan itulah yang datang sebagai penghibur lara kita, sebab tamu selalu membawa kegembiraan yang tak disangka-sangka, kita bisa tertawa dan bersendagurau, bahkan saling memberikan nasihat, dan ide-ide menulis seirngkali tercipta ketika ngobrol dengan orang lain.
Tapi, kalau tamunya itu untuk nagih hutang yaaaaa, sama saja, alias bikin mumet. Hehehe…
Tapi walaubagaimanapun, apapun yang kita perbuat harus didasari, dicari-cari dasar untuk melegitimasi bahwa aktifitas yang kita lakukan adalah termasuk bagian dari ibadah, mengabdikan diri kepada kehidupan dan sang pemberi kehidupan.
Post a Comment