Di Surga kelak, saya ndak mau Sekamar sama Kanjeng Rasul
![]() |
sumber gambar dari sini |
Jika benar surga itu isinya cuma
persoalan perut dan kelamin, saya minta kepada allah agar jangan satu kamar atau
bahkan bersebelahan dengan Kanjeng Nabi Muhammad, para kekasih allah, dan
guru-guru saya. Bukan apa-apa, saya cuma ndak enak kalau sering ketahuan kelon sama 70 bidadari dan melulu makan dan mabok-mabokan.
Sungguh sungkan sekali. Lah wong
ngrokok di depan guru saya saja sampai hari ini saya ndak berani kok, apalagi di depan kanjeng rasul dan para kekasih Allah yang
luar biasa itu.
Saya ke-GR-an ya? Ya? Ya biarin. Saya
cuma yakin aja jika kelak bakal di surga, lah wong mbah (Adam Alahisalam) saya
dulu juga rumahnya di surga kok. Kalau ente-ente ragu masuk surga atau malah
justru merasa pantas masuk neraka, ya monggo-monggo saja. Lah wong tinggal
masukin aja ke neraka kok susyah. Gustialah pernah dawuh “aku itu
sebagaimana prasangka hamba-Ku.”
Makanya tidak jarang, para
mujahid-mujahid pengebom yang ngiler surga
itu ya motif utamanya karena jika ia syahid membela agama allah maka akan
dijemput sekaligus disediakan 70 bidadari yang siap sedia dikeloni hingga para
malaikat kelabakan harus menyiapkan
jutaan obat kuat untuk mereka.
Peluang bisnis nih, ayo siapa yang mau jualan obat kuat di surga sana?. Diijamin laris.
Peluang bisnis nih, ayo siapa yang mau jualan obat kuat di surga sana?. Diijamin laris.
Takutnya, yang saya takutkan nantinya
adalah jangan-jangan kita di surga merasa senang dan gembira hanya karena
gara-gara kita sudah dibebaskan sama Allah tidak ibadah, sudah ndak solat, ndak
puasa, ndak ada zakat, apalagi haji lalu mengatakan “Gustialah matursuwun. Saya
sudah capek dan lelah dengan semua ibadah ketika di dunia, hari ini engkau
bebaskan segalanya dari ibadah yang melelahkan dan hanya jengkulat-jengkulit itu.”
Saya cuma ndak abis pikir, karena
begini, kita ini disebut sebagai manusia dan abdun (hamba) karena kita
beribadah, mengabdikan diri, menyembah Allah sebagai pencipta segala, nah
apabila identitas tersebut tidak kita laksanakan kelak di surga, lalu kita
disebut apa?. Kira-kira pantas tidak masih disebut sebagai hamba Allah?.
Kalau kita di surga melulu kelon dan makan,
sepertinya kita pantas disebut hamba perut (abdulbuthun) dan hamba kelamin (abdulfarj).
Ketika ngaji, guru saya pernah cerita ada
seorang sufi yang saya lupa namanya, ketika ia diberi pilihan ingin masuk surga
atau ingin diberikan kesempatan sujud kepada Allah?.Ia dengan tegas menjawab
agar tetap diberikan kesempatan sujud kepada Allah.
Hal ini, karena sufi tersebut tahu bahwa
surga itu hanya sebagian kecil rahmat Allah yang diberikan kepada manusia, dan rahmat
yang lebih besar dari itu adalah bisa beribadah dan bersujud. Jika kita bisa menggapai
rahmat yang luar biasa dari Allah, tentu rahmat yang kecil-kecil itu otomatis akan
kita dapatkan juga, kan?.Kaidah ushul mengatakan “at-tabingu tabingun”
Jika kelakuan kita yang sedemikian ngeres
sejak dalam pikiran mengenai surga, lalu kelak ingin bersanding satu kamar sama
kanjeng rasul?.Saya rasa bakalan malu, maluuuuuuuu semalu-malunyaaaaa, namun apadayaaaa…
Jika benar demikian, Jujur saja kalau saya ingin ditempatkan
yang agak jauhan dikit, ya kira-kira selisih 10-20 laintailah, biar kalau kelon atau
lagi mabok-mabokan sambil ngrokok ndak ketahuan sama beliau.
Jadi, nanti kalau lagi kangen sama kanjeng rasul, para wali dan guru-guru saya, tinggal naik sowan aja. Lunas kangennya, pulang dan kelon lagi, mabok lagi, kangen lagi sowan lagi, lunas kangennya pulang dan kelonlagi, gitu aja terus, sampe matek. ahaha… eh, emang di akhirat bisa mati ya.
Jadi, nanti kalau lagi kangen sama kanjeng rasul, para wali dan guru-guru saya, tinggal naik sowan aja. Lunas kangennya, pulang dan kelon lagi, mabok lagi, kangen lagi sowan lagi, lunas kangennya pulang dan kelonlagi, gitu aja terus, sampe matek. ahaha… eh, emang di akhirat bisa mati ya.
Post a Comment for "Di Surga kelak, saya ndak mau Sekamar sama Kanjeng Rasul"