Hidupkanlah Kehidupan Kita

Table of Contents
Beberapa hari yang lalu, saya ditanya oleh salah satu teman baik saya, “kenapa hidup ini terasa hampa, ya?, aku sudah belajar serajin mungkin, main ke sana sini segembira mungkin, jalan-jalan, ngopi, ngumpul sama temen-temen, tapi semuanya itu terasa ada yang kurang, terasa hampa.”

Jawaban dari pertanyaan di atas tidak bisa secara singkat dan sederhana, tapi secara spontan saya menjawabnya bahwa ketika hidup ini terasa hampa, maka saat itulah kita tidak berhasil untuk memaknainya dan menikmatinya. Hidup ini tidak bergantung pada apa yang terjadi dengan diri kita, tapi bergantung pada pemaknaan kita terhadap hidup kita sendiri. Dengan kata lain, semakin kita tidak bisa memaknai hidup, maka kita akan semakin bingung, berkeluh kesah, dan yang paling berbahaya adalah menyerah. Ada dua sebab sekurang-kurangnya kenapa kita merasa hampa menjalani hidup ini, yakni gagal menikmati, dan memaknai.

Pertama adalah menikmati. Seperti halnya ketika kita membaca novel atau menonton film. Kita tahu, sangat tahu kalau di dalam cerita tersebut hanyalah fiktif belaka, rekayasa, bahkan tidak jarang yang berbohong, apalagi film jika kita tahu tentang cara pembuatan dan proses syuting-nya yang penuh dengan rekayasa dan pengeditan agar seolah seperti nyata. Kita tahu semua itu, tapi kenapa ketika kita membaca cerita dan menonton film, terkadang dan bahkan sering kali kita terbawa emosi sampai terasa ingin marah sendiri, menangis, bahkan bahagia sampai tertawa terbahak. kenapa demikian?, ya karena kita berhasil menikmatinya dengan baik, kita berhasil membawa diri kita masuk ke dalam konflik, retorika, plot, setting, dan semacamnya, bahwa seolah-olah kita adalah bagian dari cerita tersebut. 

Sebaliknya, jika kita tidak menikmatinya ketika membaca novel dan menonton film, maka komentar kita akan “ah, itu filmnya penuh dengan kebohongan, itu kan cuma di dalam film, di dunia nyata mana mungkin seperti itu.” komentar-komentar seperti demikian dikarenakan kita gagal menikmatinya.

Kedua adalah menghayati. bagaimana cara menghayati hidup?, masih dengan perumpamaan melihat film, penghayatan kita berhasil dengan sebuah film jika kita bisa mengambil hikmah dari cerita dan konflik yang terdapat di film tersebut. Kita punya kesan-kesan baik maupun buruk. Kita bisa menilai itu semua dengan sudut pandang yang kita miliki. 

Paling tidak dua hal di atas yang harus dilakukan bagi seseorang yang ingin menghidupkan kehidupan yang ia lalui, tidak hanya menjalani rutinitas dan aktifitas yang monoton, tetapi di sana kita menemukan semangat, cita-cita, mimpi, dan hasrat untuk memaknai setiap hal yang terjadi di dalam diri kita. 

Sebagian dari kita kuliah di perguruan tinggi, percuma jika orientasinya adalah mencari legalitas gelar, maka yang didapat tidak lain adalah gelar tersebut, oleh sebab itu tidak sedikit lulusan-lulusan sarjana, magister, bahkan sampai doktor, tapi secara intelektual belum bisa dipertanggungjawabkan, selain mengikuti sidang pendadaran tugas akhir. Itu semua karena tidak bisa menikmati dan menghayati, terlampau fokus dengan tujuan sehingga melupakan proses yang justru lebih penting. 

Sebagian dari kita juga ada yang di pesantren untuk belajar ilmu-ilmu agama, menghafalkan nadham-nadham, hadits, bahkan menghafalkan al-Qur’an, jika kita menjalaninya sebagai rutinitas dan yang penting selesai, maka ketika sudah mencapainya akan berhenti di situ, bahkan sudah merasa di atas angin, ini yang berbahaya. Padahal menghafal adalah tahap awal untuk masuk ke suatu ilmu, yang selanjutnya adalah pemahaman. Nah, seringkali kita selesai di tahap awal. Lalu merasa puas yang akibatnya enggan untuk belajar lagi.

Nikmatilah dan maknailah segala hal yang kita lakukan, sebisa kita, hanya untuk menyadarkan diri kita sendiri, bahwa segala aktifitas yang kita lakukan bukanlah sebuah tujuan, tapi proses. Seperti kalau kita makan tapi pikiran kita harus kenyang, makan kita tidak akan nikmat, alih-alih mengatakan “ngapain sih makan, kan nanti juga lapar lagi” Makan harus dinikmati sebagai proses untuk menjaga kestabilan tubuh dan memberikan tenaga pada tubuh kita. Sebagaimana kita hidup. Kehampaan yang kita rasakan hanyalah kegagalan kita menikmati dan memaknai kehidupan. Nikmatilah, Maknailah. 

Semuanya membutuhkan kedua hal tersebut. Keberhasilan, Kesuksesan, Kegagalan, Kelemahan, Kekuatan, semuanya… Pahamilah dengan baik. Hidup memang sederhana, yang luar biasa hanyalah tafsiran-tafsirannya, kata Pram.
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

2 comments

Comment Author Avatar
27 January 2016 at 11:13 Delete
two thumb for you... life is about change, sometimes it's painful, sometimes it's beautiful, but most of the time it's both.
Comment Author Avatar
28 January 2016 at 02:00 Delete
Yaa. Segalanya hanyalah persoalan sikap kita melihat segala realitas 😊 thx