Ads #1

Jenderal Agung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?


Baru lusa sore, bertepatan dengan hari pahlawan. Kompas tipi menayangkan hasil survey kepada masyarakat yang berjumlah 170 orang untuk menanggapi apakah setuju Pak Harto didapuk menjadi pahlawan nasional?. Hasilnya luar biasa, 81% sepakat sedangkan yang lain tidak sepakat. Saya heran kenapa ibisa seperti demikian?. Padahal masyarakat Endonesa sekarang udah pinter-pinter soal nilai menilai, apalagi ngomongin kejelekan orang. Lah, pak Harto lho ya. Jelas sekali, Pak Harto. 

Ternyata eh ternyata, survey tersebut disandingkan dengan Gus Dur, ya mantan presiden yang pernah pake kolor keluar dari istana itu. Sejak kapan sih Soeharto sama Gus Dur ini disejajarkan?. Duh… saya ngurut dada sekali duakali. Pantas saja yang sepakat sampai segitu banyaknya. Jujur saja, dalam hati saya tidak terima, lagian juga gak logis kok menyandingkan kedua tokoh tersebut untuk dijadikan sebagai pahlawan nasional. 

Kita lihat sebentar perbedaan antara keduanya. 

Pertama, jelas dari latar belakang. Soeharto itu latar belakangnya militer, Angkatan darat pula, yang dulunya dulu pernah menjadi dalang Gestapu membunuh entah berapa juta manusia tak berdosa, gara-gara di rumah punya bendera palu arit, tidak main-main, daerah eksekusinya itu di seantero Jawa dan Bali. Sedangkan Gusdur? Ya dia itu Gus sekaligus Kyai, intelektual, santri, muslim progressive, sekaligus piawai dalam berbasa Inggris. Lah Pak Harto aja kalau kunjugan ke mana-mana pasti bawa penerjemah, kan. saya tidak ngomongin presiden dua terakhir ini lho ya. Tidak sama sekali. 

Perbedaan latar belakang ini jelas sekali untuk menentukan tindakan, Pak Harto dikit-dikit mbedil, Gusdur dikit-dikit gak mau repot. Kalau gak mbedil kan jadi nganggur tuh senjatanya mau dibuat apa, kalau sekali repot kan nanti repot semua.   

Kedua, dalam sebuah acara Mas Andy yang disebut sebagai Kick Andy di salah satu program tipi, Gusdur pernah ditanya, anda membenci orang yang pernah melengserkan anda dari kursi beludru presiden?. Jawab Gusdur malah aneh, saya ini gak punya musuh katanya, musuh saya itu cuma Soeharto, dan beliau udah wafat. Jadi sekarang saya sudah tidak punya musuh lagi. Katanya. Saya tidak tahu persis apa maksud dari Gusdur, tapi yang jelas kata-kata musuh dan itu dikatakan kepada khalayak merupakan sebuah kesimpulan yang, betapa Pak Harto di mata Gusdur menyimpan sejuta pilu. 

Andai Pak Harto masih hidup mungkin akan diajak duduk bareng sama Mas Andy lalu ditanyain apa yang menyebabkan anda menjadi Raja Tega berlaku sebegitu dengan PKI?, jawabnya bisa dipastikan, karena saya waktu kecil dendam sama si mrongos, bla bla bla…

Ketiga, kita tahu sendiri, bahkan beberapa di antara kita ada aktifis reformasi, bahwa Soeharto baru mau turun dari mimbar presiden saat mahasiswa turun bareng-bareng ke jalan sampai menguasai MPR pada waktu itu, setelah dia khutbah bersedia berhenti dari presiden, mahasiswa berteriak merdeka merdeka sambil nyanyi-nyanyi buruh tani dan halo-halo bandung. Itu saja ada korban yang syahid dibedil yang sampai sekarang tidak jelas kabar hukumnya. 

Ini beda sekali sama Gusdur yang terlihat santai keluar dari istana make kaos dalem dan celana kolor sambil dada dada sama umatnya. Andai saja Gusdur dawuh perang saja. Bisa dipastikan ribuan santri dari Jombang dan sekitarnya akan berbondong-bondong datang ke istana membela Gusdur agar tidak jadi lengser. Apalagi militansi santri jawa timur dan Madura, takutnya sama kyai kadang melebihi takutnya sama Tuhan.

Ketiga perbedaan itu cukup jelas akan membawa pengaruh besar, kalau mereka berdua itu dinobatkan jadi pahlawan nasional, apalagi para mahasiswa itu bakal mencak-mencak lagi. Gusdur ya biarkanlah jadi gus dan kyai saja, tidak perlu dijadikan pahlawan segala, beliau itu udah kebanyakan gelar. Apalagi kalau Pak Harto, apa kata dunia?, masa sih orang yang menjadi otak pembantaian manusia di negeri tercinta ini, dinobatkan menjadi pahlawan?

Kalau disuruh milih setuju atau tidak, ini namanya dilema moral. Lah gimana. Ini ibaratnya pengikut Jonru ditanyain, apakah anda sepakat jika Jokowi dan Jonru dijadikan sebagai pahlawan nasional. Hatersnya jokowi pasti dukung Jonru dan sebaliknya, ini namanya adu akeh-akehan fans. Samalah dengan buat poling Rossi dan Marquez?. Jadi, lebih baik tidak sama sekali, daripada iya semua.

Oh iya, sekadar mengingatkan. Bahwa sudah mulai kemarin, bertepatan dengan hari pahlawan diadakannya Pengadilan Rakyat Internasional, atau International People’s Tribunal (IPT) untuk korban tragedi pembantaian 1965 di Den Haag Belanda selama empat hari. 

Acara itu diadakan oleh para korban 1965 baik mereka yang berada di pengasingan, maupun di Tanah Air. Kemarin lusa sudah membahas soal pembantaian masal dan perbudakan, hari selanjutnya membahas tentang penahanan, penyiksaan, dan kekerasan seksual, sedangkan hari ini akan membahas tentang pengasingan, penghilangan paksa, serta propaganda kebencian, besok hari terakhir akan membahas tentang keterlibatan negara lain dalam penghancuran PKI. 

Apa ada sangkut pautnya dengan motivasi kompas tipi yang membuat poling Soeharto menjadi pahlawan yang secara sengaja disejajarkan dengan Gus Dur, ya. Duhh… (ngurut dada). Jangan-jangan ada sangkut pautnya juga dengan konspirasi Wahyudi, eh Yahudi. 

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: [email protected]

Post a Comment for "Jenderal Agung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?"