Segitiga Agama Sama Sisi
Catatan
ini berangkat dari hadits ketika Jibril mendatangi Nabi Muhammad dan para
sahabat (dengan bentuk manusia) untuk mengajarkan tentang Iman, Islam dan
Ihsan, hadits ini dikenal sebagai hadits Jibril. Menurut saya, ketiga komponen
tersebut ibarat segitiga sama sisi yang satu sama lain mempunyai sisi yang
sama, sekaligus sudut yang sama.
Katakanlah mempunyai panjang sisi 5, 5, dan 5,
dan sudut masing-masing 60 derajat.
Setelah
berangkat dari hadits tersebut, lalu saya melihat fenomena kekerasan atas nama
agama satu dekade terakhir di Indonesia terutama, seperti Syi’ah Sampang,
Pembantaian Ahmadiyah di Cikeusik, penyegelan masjid Ahmadiyah, sampai hal-hal
paling sepele seperti wajib tutup warung ketika puasa, yang lain masih banyak
sekali. (meskipun mungkin di dalamnya terdapat konflik politis), belum lama
kemaren ada pembakaran gereja di Aceh Singkil.
Keberangkatan
dari dua hal tersebut, kesimpulan sementara (hepotesa) yang terasumsikan bagi
saya adalah adanya ketidakseimbangan memahami ketiga aspek agama (Iman, Islam,
dan Ihsan). Beberapa hal yang harus diperhatikan di sini adalah.
Pertama, Iman, secara normatif percaya kepada Allah,
Malaikat, Kitab-kitab suci, Rasul, dan Hari Kiamat, dan Takdir baik/buruk. Ini
sisi yang pertama. Sisi yang kedua adalah Islam yang secara normatif
pula adalah Membaca syahadat, melaksanakan shalat, menunaikan zakat,
menjalankan puasa, dan beribadah haji di Makkah. Sisi yang kedua adalah Ihsan
yang secara teks an-ta’buda ka annaka tarahu, fa inlam yakun fa innahu
yaraka (beribadah seolah melihat tuhan, jika tidak bisa, dengan menyadari
bahwa tuhan selalu maha melihat.)
Kedua
sisi yang pertama sudah final, tidak bisa diganggu gugat dan tertutup sekaligus
disepakati secara mujma’ ‘alaih oleh berbagai sekte Islam, se-WAHABI dan
se-PKI apapun cara Islamnya. Sedangkan sisi Ihsan sebagai sisi yang ketiga bersifat
relatif/nisbi, karena apa? Karena menggunakan redaksi ka (seolah-olah), dalam
disiplin ilmu balaghah disebut sebagai shigat tasybih (majaz
personifikasi). Semua orang mempunyai rasa tersendiri dalam beribadah kepada
Tuhannya, tidak bisa diseragamkan dengan satu bentuk.
Kedua, Kenisbian yang terdapat dalam sisi Ihsan menyebabkan berbagai
ta’wil untuk menjelaskannya, namun menurut saya an-ta’buda ka annaka tarahu
diartikan sebagai ibadah dalam arti luas, yang tidak hanya sebatas shalat dan
ritual-ritual tertentu. Segala bentuk perilaku baik yang dilakukan adalah
ibadah, sebab nabi pernah mengatakan amal itu tergantung pada niat, di kalangan
ulama fuqaha niat itu untuk membedakan (littafriq) antara adat/kebiasaan
dan ibadah. Misalnya, memberikan sesuatu kepada orang lain disebut sebagai
hadiah adalah adat, namun jika diniati ibadah artinya adalah zakat.
Masih
tentang ihsan. Bagi saya ihsan itu berbuat baik kepada sesama. Kenapa? Ya
meskipun secara definisi adalah beribadah seolah melihat atau dilihat oleh
Tuhan, bukankah kita tidak mungkin berbuat buruk/jahat ketika sedang
diperhatikan sesuatu yang lebih tinggi dari kita?, orang tua misalnya, atasan
kerja. Saya rasa tidak ada –entah apapun agama dan tradisinya– yang tidak
sepakat tentang berbuat baik. Pendeknya tidak ada agama yang mengajarkan
tentang keburukan.
Lalu
kenapa ada kekerasan atas nama agama?. Tentu karena ada relatifitas dalam mendefinisikan
berbuat baik. Saya yakin yang melakukan pembantaian ahmadiyah itu karena mereka
yakin untuk menjaga akidah Islam, yang melakukan bom bunuh diri juga atas nama
jihad yang diyakini nanti akan dijemput oleh 70 bidadari di surga sana. Saya
sepakat tentang amar ma’ruf nahi munkar, tapi ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, bukan asal kepruk saja, jika asal pukul nanti namanya amar
ma’ruf nyambi munkar.
Dengan
demikian, Islam sebagai agama dan komunitas (ummah) harus dipahami
secara benar ibarat segitiga sama sisi, orang belum bisa dikatakan Islam (selamat;damai;sejahtera)
jika mengartikan agama secara formalitas belaka dengan memperbaiki ibadah
secara vertikal tanpa memerhatikan aspek sosial dengan berbuat ramah kepada
sesama. Antara ihsan, islam dan iman harus dilakukan secara bersamaan dan
seimbang, tidak tumpang tindih atau malah saling bertentangan.
Posting Komentar untuk "Segitiga Agama Sama Sisi"